Berita
tirto.id - Belum lama ini di media sosial, gaduh video soal adanya produk-produk dengan penamaan “beer”, “wine”, “tuak” dan “tuyul”, yang mendapat sertifikat halal. Video turut menunjukkan situs halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang menampilkan produk-produk tersebut.
Video itu akhirnya memunculkan narasi-narasi miring. Salah satu akun Facebook dengan nama “Karmawansyah Karma” (arsip) menyebarkan klaim seolah tuak, wine, beer, yang diberi keterangan halal merupakan turunan produk yang menyebabkan mabuk.
“Negara. Lawak lawak. Sudah jelas tuak wine beer.turunan dari produk yg menyebabkan mabuk(hilang akal,hilangkesadaran). Kog masih bisa d keluarkan sertifikasi "HALAL" nya. Nanti setelah d usut katanya oknum. KOG BISA. Jangan ya dek. Buat malu aja,” tulis akun pengunggah dalam takarirnya.
Sejak diunggah pada Rabu (2/10/2024) sampai Rabu (9/10/2024), video ini telah mendapat satu reaksi berupa likes. Meski impresinya tak banyak, narasi ini penting ini diperiksa agar tidak memicu kekhawatiran publik.
Lantas, bagaimana faktanya?
Video itu akhirnya memunculkan narasi-narasi miring. Salah satu akun Facebook dengan nama “Karmawansyah Karma” (arsip) menyebarkan klaim seolah tuak, wine, beer, yang diberi keterangan halal merupakan turunan produk yang menyebabkan mabuk.
“Negara. Lawak lawak. Sudah jelas tuak wine beer.turunan dari produk yg menyebabkan mabuk(hilang akal,hilangkesadaran). Kog masih bisa d keluarkan sertifikasi "HALAL" nya. Nanti setelah d usut katanya oknum. KOG BISA. Jangan ya dek. Buat malu aja,” tulis akun pengunggah dalam takarirnya.
Sejak diunggah pada Rabu (2/10/2024) sampai Rabu (9/10/2024), video ini telah mendapat satu reaksi berupa likes. Meski impresinya tak banyak, narasi ini penting ini diperiksa agar tidak memicu kekhawatiran publik.
Lantas, bagaimana faktanya?
HASIL CEK FAKTA
Untuk memverifikasi narasi yang berbedar, Tim Riset Tirto mencoba memasukkan kata kunci “wine, tuak, dan beer halal” di mesin perambah Google. Dari pencarian itu, kami menemukan lansiran resmi BPJPH Kementerian Agama (Kemenag), sebagai badan yang diberi mandat menerbitkan produk sertifikat halal.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan, persoalan tersebut berkaitan dengan penamaan produk, dan bukan soal kehalalan produknya.
"Artinya masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya. Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku,” kata Mamat di Jakarta, Selasa (1/10/2024).
Menurut Mamat, ihwal penamaan produk sebetulnya sudah diatur oleh beberapa regulasi, antara lain SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal terhadap produk dengan nama produk yang bertentangan dengan syariat Islam atau bertentangan dengan etika dan kepatutan yang berlaku dan berkembang di masyarakat.
“Namun pada kenyataannya, masih ada nama-nama produk tersebut mendapatkan sertifikat halal, baik yang ketetapan halalnya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal. Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk. Hal ini dibuktikan dengan data kami di Sihalal,” sambungnya.
Sementara itu, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI juga menyatakan hal selaras. Database LPPOM menunjukkan adanya 25 nama produk dengan kata kunci “wine”, di mana semuanya berupa produk kosmetik.
Penggunaan kata “wine” itu berasosiasi dengan warna, bukan sensori rasa maupun aroma. Menurut Komisi Fatwa Fatwa MUI, penggunaan kata “wine” yang menunjukkan jenis warna “wine” untuk produk non-pangan diperbolehkan.
Lebih lanjut, produk dengan nama “bir” hanya diperuntukan bagi produk minuman tradisional yang bukan merupakan khamr yaitu bir pletok. Beberapa pemilik usaha yang memakai penamaan “beer” juga dipastikan telah mengganti nama.
LPH LPPOM menegaskan pihaknya tidak pernah meloloskan produk dengan nama "tuyul" dan "tuak".
Berdasarkan penelusuran Tirto di situs https://bpjph.halal.go.id/, per Rabu (9/10/2024), sudah tidak ada lagi produk dengan nama “beer”, “wine”, “tuak”, dan “tuyul” di database BPJPH.
LPH LPPOM menyatakan pihaknya berkomitmen untuk melakukan perbaikan layanan untuk menghasilkan produk halal yang terjamin dan terpercaya. Lembaga tersebut juka mengimbau seluruh pihak yang terlibat untuk tidak menyebarkan isu yang belum jelas kebenarannya.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan, persoalan tersebut berkaitan dengan penamaan produk, dan bukan soal kehalalan produknya.
"Artinya masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya. Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku,” kata Mamat di Jakarta, Selasa (1/10/2024).
Menurut Mamat, ihwal penamaan produk sebetulnya sudah diatur oleh beberapa regulasi, antara lain SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal terhadap produk dengan nama produk yang bertentangan dengan syariat Islam atau bertentangan dengan etika dan kepatutan yang berlaku dan berkembang di masyarakat.
“Namun pada kenyataannya, masih ada nama-nama produk tersebut mendapatkan sertifikat halal, baik yang ketetapan halalnya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal. Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk. Hal ini dibuktikan dengan data kami di Sihalal,” sambungnya.
Sementara itu, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI juga menyatakan hal selaras. Database LPPOM menunjukkan adanya 25 nama produk dengan kata kunci “wine”, di mana semuanya berupa produk kosmetik.
Penggunaan kata “wine” itu berasosiasi dengan warna, bukan sensori rasa maupun aroma. Menurut Komisi Fatwa Fatwa MUI, penggunaan kata “wine” yang menunjukkan jenis warna “wine” untuk produk non-pangan diperbolehkan.
Lebih lanjut, produk dengan nama “bir” hanya diperuntukan bagi produk minuman tradisional yang bukan merupakan khamr yaitu bir pletok. Beberapa pemilik usaha yang memakai penamaan “beer” juga dipastikan telah mengganti nama.
LPH LPPOM menegaskan pihaknya tidak pernah meloloskan produk dengan nama "tuyul" dan "tuak".
Berdasarkan penelusuran Tirto di situs https://bpjph.halal.go.id/, per Rabu (9/10/2024), sudah tidak ada lagi produk dengan nama “beer”, “wine”, “tuak”, dan “tuyul” di database BPJPH.
LPH LPPOM menyatakan pihaknya berkomitmen untuk melakukan perbaikan layanan untuk menghasilkan produk halal yang terjamin dan terpercaya. Lembaga tersebut juka mengimbau seluruh pihak yang terlibat untuk tidak menyebarkan isu yang belum jelas kebenarannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, narasi soal produk “wine” dan “beer” yang mendapat sertifikasi halal merupakan produk yang memabukkan, bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan, persoalan penamaan “wine” dan “beer” yang mendapat sertifikat halal berkaitan dengan penamaan produk, dan bukan soal kehalalan produknya.
Sementara itu, Lembaga Pegkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI juga menyatakan hal selaras. Database LPPOM menunjukkan adanya 25 nama produk dengan kata kunci “wine”, di mana semuanya berupa produk kosmetik. Penggunaan kata “wine” itu berasosiasi dengan warna (bukan sensori rasa maupun aroma).
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan, persoalan penamaan “wine” dan “beer” yang mendapat sertifikat halal berkaitan dengan penamaan produk, dan bukan soal kehalalan produknya.
Sementara itu, Lembaga Pegkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI juga menyatakan hal selaras. Database LPPOM menunjukkan adanya 25 nama produk dengan kata kunci “wine”, di mana semuanya berupa produk kosmetik. Penggunaan kata “wine” itu berasosiasi dengan warna (bukan sensori rasa maupun aroma).
Rujukan
Publish date : 2024-10-09