Berita
Akun Facebook Sony H. Waluyo membagikan unggahan yang memaparkan beberapa hal mengenai Covid-19. Mulai dari analisa ahli biologi molekuler tentang rekomendasi WHO yang dinyatakan tidak akurat mengenai Covid-19 hingga mengenai vaksin sebagai satu-satunya harapan sama sekali bukan jawaban solusi.
Berikut kutipan narasinya:
“Dr. Stoian Alexov, ahli pathologi di Eropa, menyebut WHO sebagai organisasi medis kriminal, yang menciptakan ketakutan dan chaos di seluruh dunia tanpa memberikan bukti wabah yang dapat diverifikasi dan obyektif. Telah banyak kritikan yang mengatakan bahwa data korban tidak valid dan murni sebab selalu ada penyakit lain yang menyertai/komplikasi.
Selengkapnya di https://archive.vn/LMwQ0”
dr. kaufman
Berikut kutipan narasinya:
“Dr. Stoian Alexov, ahli pathologi di Eropa, menyebut WHO sebagai organisasi medis kriminal, yang menciptakan ketakutan dan chaos di seluruh dunia tanpa memberikan bukti wabah yang dapat diverifikasi dan obyektif. Telah banyak kritikan yang mengatakan bahwa data korban tidak valid dan murni sebab selalu ada penyakit lain yang menyertai/komplikasi.
Selengkapnya di https://archive.vn/LMwQ0”
dr. kaufman
HASIL CEK FAKTA
Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa klaim tersebut tidak benar. Berikut penjelasannya:
1. Analisa Dr Andrew Kaufman ahli biologi molekuler tentang Covid-19 menguak rekomendasi WHO yang dinyatakan tidak akurat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan dua alat tes Covid-19, genesig Real-Time PCR Coronavirus (Covid-19) dan cobas SARS-CoV-2 Qualitative assay for use on the cobas:registered: 6800/8800 Systems, ke dalam daftar alat uji darurat atau Emergency Use Listing (EUL), karena peralatan itu dianggap akurat mendeteksi penyebab penyakit, virus SARS-CoV-2.
Daftar alat uji yang telah masuk dalam sistem EUL dapat menjadi panduan bagi otoritas kesehatan di negara-negara mitra, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lembaga penanggulangan Covid-19 lainnya untuk membeli atau melakukan pengadaan alat uji Covid-19, demikian keterangan WHO dalam pernyataan resminya.
2. Covid-19 yang tidak murni sebabkan kematian. Kepala Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), membantah anggapan tersebut. Menurutnya di lapangan menunjukkan ada orang-orang yang meninggal setelah terinfeksi Corona meski tidak memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas.
Dikutip dari Detik.com, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Rita Rogayah mengatakan ada 76 pasien Covid-19 yang meninggal dari sebanyak 205 pasien positif Covid-19 di rumah sakitnya pada April 2020. Dari jumlah pasien yang meninggal itu, 65 pasien (86 persen) memiliki penyakit penyerta, sementara 11 pasien (14 persen) lainnya tanpa penyakit penyerta.
Kemudian di Surabaya Jawa Timur, hingga 15 Juni 2020 terdapat 328 pasien positif Covid-19 yang meninggal. Sebanyak 300 orang di antaranya memiliki penyakit penyerta, sementara 28 orang lainnya tidak mempunyai penyakit bawaan alias meninggal murni karena Covid-19.
3. Ada pun perihal ODP dan PDP yang meninggal dan ternyata kemudian terbukti negatif Covid-19. Badan Kesehatan Dunia atau WHO mendefinisikan pasien yang meninggal dalam masa penanganan Covid-19, maka disebut sebagai kematian Covid-19 walaupun berstatus ODP maupun PDP. Untuk itu, bukan hanya pasien positif yang harus mengikuti protokol pemakaman Covid-19, tetapi juga yang berstatus ODP maupun PDP.
4. Menunggu vaksin sebagai satu-satunya harapan sama sekali bukan jawaban solusi.
Hadirnya vaksin telah mencegah setidaknya 10 juta kematian pada 2010-2015. Jutaan orang di seluruh dunia pun terlindungi dari penderitaan dan kecacatan yang terkait dengan penyakit seperti pneumonia, diare, batuk rejan, campak, dan polio. Program imunisasi yang berhasil juga memungkinkan prioritas nasional, seperti pendidikan dan pembangunan ekonomi, dapat bertahan.
1. Analisa Dr Andrew Kaufman ahli biologi molekuler tentang Covid-19 menguak rekomendasi WHO yang dinyatakan tidak akurat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan dua alat tes Covid-19, genesig Real-Time PCR Coronavirus (Covid-19) dan cobas SARS-CoV-2 Qualitative assay for use on the cobas:registered: 6800/8800 Systems, ke dalam daftar alat uji darurat atau Emergency Use Listing (EUL), karena peralatan itu dianggap akurat mendeteksi penyebab penyakit, virus SARS-CoV-2.
Daftar alat uji yang telah masuk dalam sistem EUL dapat menjadi panduan bagi otoritas kesehatan di negara-negara mitra, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lembaga penanggulangan Covid-19 lainnya untuk membeli atau melakukan pengadaan alat uji Covid-19, demikian keterangan WHO dalam pernyataan resminya.
2. Covid-19 yang tidak murni sebabkan kematian. Kepala Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), membantah anggapan tersebut. Menurutnya di lapangan menunjukkan ada orang-orang yang meninggal setelah terinfeksi Corona meski tidak memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas.
Dikutip dari Detik.com, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Rita Rogayah mengatakan ada 76 pasien Covid-19 yang meninggal dari sebanyak 205 pasien positif Covid-19 di rumah sakitnya pada April 2020. Dari jumlah pasien yang meninggal itu, 65 pasien (86 persen) memiliki penyakit penyerta, sementara 11 pasien (14 persen) lainnya tanpa penyakit penyerta.
Kemudian di Surabaya Jawa Timur, hingga 15 Juni 2020 terdapat 328 pasien positif Covid-19 yang meninggal. Sebanyak 300 orang di antaranya memiliki penyakit penyerta, sementara 28 orang lainnya tidak mempunyai penyakit bawaan alias meninggal murni karena Covid-19.
3. Ada pun perihal ODP dan PDP yang meninggal dan ternyata kemudian terbukti negatif Covid-19. Badan Kesehatan Dunia atau WHO mendefinisikan pasien yang meninggal dalam masa penanganan Covid-19, maka disebut sebagai kematian Covid-19 walaupun berstatus ODP maupun PDP. Untuk itu, bukan hanya pasien positif yang harus mengikuti protokol pemakaman Covid-19, tetapi juga yang berstatus ODP maupun PDP.
4. Menunggu vaksin sebagai satu-satunya harapan sama sekali bukan jawaban solusi.
Hadirnya vaksin telah mencegah setidaknya 10 juta kematian pada 2010-2015. Jutaan orang di seluruh dunia pun terlindungi dari penderitaan dan kecacatan yang terkait dengan penyakit seperti pneumonia, diare, batuk rejan, campak, dan polio. Program imunisasi yang berhasil juga memungkinkan prioritas nasional, seperti pendidikan dan pembangunan ekonomi, dapat bertahan.
KESIMPULAN
Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan RI, data dari 337 pasien Corona COVID-19-19 yang meninggal pada 3 Juni lalu menunjukkan 110 orang tidak memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Sebanyak 118 pasien positif COVID-19 lainnya yang meninggal memiliki komorbid tunggal dan 109 pasien berstatus multi komorbid.
Rujukan
Publish date : 2020-07-17