Berita
Bukan foto satelit. Foto itu adalah tangkapan layar situs prakiraan cuaca Windy.com. Angka yang terlihat dalam foto itu pun hanyalah perkiraan atau prediksi emisi sulfur dioksida di Wuhan berdasarkan data historis dan pola cuaca, bukan data satelit secara real-time.
Akun instagram Conspiracies Theory (instagram.com/conspiraciestheory) mengunggah sebuah gambar dengan narasi “I personally believe China is lying about infection numbers.”
Di gambar ini terdapat tulisan sebagai berikut:
“Sebuah foto satelit terbaru menunjukkan tingkat sulfur dioksida yang tinggi di sekitar Kota Wuhan, Cina. Sulfur dioksida (SO2) adalah sebuah gas yang dilepaskan ketika bahan organik, seperti tubuh manusia, dibakar. hal ini bisa menjadi pertanda terdapat kremasi massal korban dari coronavirus di sana dan mengindikasikan ada lebih 50.000 korban jiwa yang dibakar, jauh lebih tinggi seperti yang dilaporkan yakni 1.350 korban jiwa.”
Akun instagram Conspiracies Theory (instagram.com/conspiraciestheory) mengunggah sebuah gambar dengan narasi “I personally believe China is lying about infection numbers.”
Di gambar ini terdapat tulisan sebagai berikut:
“Sebuah foto satelit terbaru menunjukkan tingkat sulfur dioksida yang tinggi di sekitar Kota Wuhan, Cina. Sulfur dioksida (SO2) adalah sebuah gas yang dilepaskan ketika bahan organik, seperti tubuh manusia, dibakar. hal ini bisa menjadi pertanda terdapat kremasi massal korban dari coronavirus di sana dan mengindikasikan ada lebih 50.000 korban jiwa yang dibakar, jauh lebih tinggi seperti yang dilaporkan yakni 1.350 korban jiwa.”
HASIL CEK FAKTA
PENJELASAN
Dikutip dari situs media Okezone, foto dengan narasi tersebut sudah beredar di media sosial sejak 9 Februari 2020. Saat itu, akun yang menyebarkan foto dengan narasi tersebut adalah akun Twitter inteldotwav. Menurut akun ini, foto itu diambil dari situs Windy.com.
Berdasarkan verifikasi yang dilakukan oleh situs organisasi cek fakta Inggris, Full Fact, foto tersebut bukanlah foto satelit. Foto itu juga tidak menunjukkan data real-time terkait tingkat sulfur dioksida. Foto tersebut hanyalah perkiraan berdasarkan data historis dan pola cuaca tentang emisi SO2.
Situs Windy.com memang menampilkan perkiraan cuaca dan prediksi untuk berbagai tingkat polutan, seperti partikel, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida. Foto di atas merupakan ramalan emisi sulfur dioksida di Wuhan selama tiga hari sejak 8 Februari 2020. Perkiraan untuk saat ini bisa dicek di tautan ini.
Situs Windy.com menyatakan bahwa perkiraan emisi sulfur dioksida menggunakan data dari sistem pemodelan atmosfer GEOS-5 NASA. Menurut ahli meteorologi dari Kantor Pemodelan dan Asimilasi Global NASA, Arlindo M. da Silva, model SO2 GEOS-5 tidak mengasimilasi data satelit secara real-time. Perkiraan mereka, kata Silva, didasarkan pada bukti emisi di masa lalu.
“Meskipun data satelit telah digunakan dalam pembangunan inventarisasi emisi, emisi ini tidak memperhitungkan variasi harian dalam emisi SO2 dan karenanya tidak dapat menjelaskan perubahan mendadak dalam aktivitas manusia. Dalam GEOS-5, variasi harian dalam SO2 disebabkan oleh variasi dalam kondisi meteorologi, khususnya angin,” kata Silva.
Dengan kata lain, menurut Full Fact, foto yang diklaim sebagai foto satelit yang menunjukkan tingkat sulfur dioksida yang tinggi di Wuhan tersebut tidak didasarkan pada pengamatan secara real-time, melainkan prediksi berdasarkan pola cuaca. Karena itu, foto tersebut tidak mungkin menunjukkan peristiwa yang tidak terduga, seperti kremasi massal.
Dikutip dari artikel cek fakta di situs media Euro News, perkiraan yang dibuat oleh situs Windy.com, yang didasarkan pada sistem pemodelan atmosfer GEOS-5 NASA, kerap memberikan hasil yang jauh lebih tinggi ketimbang pengamatan. Perkiraan itu pun didasarkan pada bukti emisi di masa lalu, misalnya probabilitas tingkat polusi berdasarkan sumber emisi yang diketahui.
Mereka memperhitungkan sumber emisi yang biasanya terdapat di suatu wilayah, seperti pabrik dan pembangkit listrik, serta referensi silang dengan variabel meteorologi. Dengan kata lain, NASA harus memperkenalkan parameter “pembakaran tubuh manusia dalam kremasi massal” pada sistem pemodelan mereka. “Ini sangat tidak mungkin,” demikian penjelasan dari Euro News.
Menurut Euro News, tipe perkiraan ini memang menggunakan data satelit. Namun, umumnya, satelit tidak bisa mendeteksi sumber sulfur dioksida yang kecil, seperti pabrik ataupun kremasi. Satelit dapat mengukur secara akurat fenomena yang lebih intens, seperti letusan gubung api. Jadi, jika tidak intens, aktivitas emisi yang tidak biasa seperti kremasi, tidak akan terlihat.
Euro News pun mengecek emisi sulfur dioksida di Wuhan sebelum virus Corona Covid-2019 mewabah. Mereka menggunakan Earth Nullschool yang juga didasarkan pada sistem pemodelan atmosfer GEOS-5 NASA. Pada 14 Februari 2019, emisi SO2 yang diperoleh Euro News lebih tinggi ketimbang yang terlihat dalam foto unggahan akun consporaciestheory, yakni 1.583 μg/m3.
Para ahli yang diwawancarai oleh Euro News berpendapat, karena cuaca di Wuhan sempat berada di level 4-5 derajat, banyak warga Wuhan yang kemungkinan menggunakan pemanas sehingga konsentrasi SO2 meningkat. Di bagian timur Wuhan pun terdapat pembangkit listrik tenaga batu bara yang cukup besar. Pembangkit listrik ini juga diidentifikasi dalam katalog NASA mengenai sumber emisi SO2.
Seorang profesor kimia dari Italia membuat perhitungan kasar mengenai mayat yang harus dibakar untuk mencapai tingkat sulfur dioksida sebesar 1.351 μg/m3 seperti yang terlihat dalam foto yang beredar. Menurut perkiraannya, untuk mencapai level SO2 itu, Wuhan harus membakar sekitar 30 juta mayat.
Dilansir dari situs Arcgis, hingga 21 Februari 2020 pukul 13.00 WIB, jumlah kasus virus Corona Covid-19 yang terkonfirmasi di Cina mencapai 75.465 kasus. Dari jumlah tersebut, angka kematian di Cina mencapai 2.236 orang.
Dikutip dari situs media Okezone, foto dengan narasi tersebut sudah beredar di media sosial sejak 9 Februari 2020. Saat itu, akun yang menyebarkan foto dengan narasi tersebut adalah akun Twitter inteldotwav. Menurut akun ini, foto itu diambil dari situs Windy.com.
Berdasarkan verifikasi yang dilakukan oleh situs organisasi cek fakta Inggris, Full Fact, foto tersebut bukanlah foto satelit. Foto itu juga tidak menunjukkan data real-time terkait tingkat sulfur dioksida. Foto tersebut hanyalah perkiraan berdasarkan data historis dan pola cuaca tentang emisi SO2.
Situs Windy.com memang menampilkan perkiraan cuaca dan prediksi untuk berbagai tingkat polutan, seperti partikel, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida. Foto di atas merupakan ramalan emisi sulfur dioksida di Wuhan selama tiga hari sejak 8 Februari 2020. Perkiraan untuk saat ini bisa dicek di tautan ini.
Situs Windy.com menyatakan bahwa perkiraan emisi sulfur dioksida menggunakan data dari sistem pemodelan atmosfer GEOS-5 NASA. Menurut ahli meteorologi dari Kantor Pemodelan dan Asimilasi Global NASA, Arlindo M. da Silva, model SO2 GEOS-5 tidak mengasimilasi data satelit secara real-time. Perkiraan mereka, kata Silva, didasarkan pada bukti emisi di masa lalu.
“Meskipun data satelit telah digunakan dalam pembangunan inventarisasi emisi, emisi ini tidak memperhitungkan variasi harian dalam emisi SO2 dan karenanya tidak dapat menjelaskan perubahan mendadak dalam aktivitas manusia. Dalam GEOS-5, variasi harian dalam SO2 disebabkan oleh variasi dalam kondisi meteorologi, khususnya angin,” kata Silva.
Dengan kata lain, menurut Full Fact, foto yang diklaim sebagai foto satelit yang menunjukkan tingkat sulfur dioksida yang tinggi di Wuhan tersebut tidak didasarkan pada pengamatan secara real-time, melainkan prediksi berdasarkan pola cuaca. Karena itu, foto tersebut tidak mungkin menunjukkan peristiwa yang tidak terduga, seperti kremasi massal.
Dikutip dari artikel cek fakta di situs media Euro News, perkiraan yang dibuat oleh situs Windy.com, yang didasarkan pada sistem pemodelan atmosfer GEOS-5 NASA, kerap memberikan hasil yang jauh lebih tinggi ketimbang pengamatan. Perkiraan itu pun didasarkan pada bukti emisi di masa lalu, misalnya probabilitas tingkat polusi berdasarkan sumber emisi yang diketahui.
Mereka memperhitungkan sumber emisi yang biasanya terdapat di suatu wilayah, seperti pabrik dan pembangkit listrik, serta referensi silang dengan variabel meteorologi. Dengan kata lain, NASA harus memperkenalkan parameter “pembakaran tubuh manusia dalam kremasi massal” pada sistem pemodelan mereka. “Ini sangat tidak mungkin,” demikian penjelasan dari Euro News.
Menurut Euro News, tipe perkiraan ini memang menggunakan data satelit. Namun, umumnya, satelit tidak bisa mendeteksi sumber sulfur dioksida yang kecil, seperti pabrik ataupun kremasi. Satelit dapat mengukur secara akurat fenomena yang lebih intens, seperti letusan gubung api. Jadi, jika tidak intens, aktivitas emisi yang tidak biasa seperti kremasi, tidak akan terlihat.
Euro News pun mengecek emisi sulfur dioksida di Wuhan sebelum virus Corona Covid-2019 mewabah. Mereka menggunakan Earth Nullschool yang juga didasarkan pada sistem pemodelan atmosfer GEOS-5 NASA. Pada 14 Februari 2019, emisi SO2 yang diperoleh Euro News lebih tinggi ketimbang yang terlihat dalam foto unggahan akun consporaciestheory, yakni 1.583 μg/m3.
Para ahli yang diwawancarai oleh Euro News berpendapat, karena cuaca di Wuhan sempat berada di level 4-5 derajat, banyak warga Wuhan yang kemungkinan menggunakan pemanas sehingga konsentrasi SO2 meningkat. Di bagian timur Wuhan pun terdapat pembangkit listrik tenaga batu bara yang cukup besar. Pembangkit listrik ini juga diidentifikasi dalam katalog NASA mengenai sumber emisi SO2.
Seorang profesor kimia dari Italia membuat perhitungan kasar mengenai mayat yang harus dibakar untuk mencapai tingkat sulfur dioksida sebesar 1.351 μg/m3 seperti yang terlihat dalam foto yang beredar. Menurut perkiraannya, untuk mencapai level SO2 itu, Wuhan harus membakar sekitar 30 juta mayat.
Dilansir dari situs Arcgis, hingga 21 Februari 2020 pukul 13.00 WIB, jumlah kasus virus Corona Covid-19 yang terkonfirmasi di Cina mencapai 75.465 kasus. Dari jumlah tersebut, angka kematian di Cina mencapai 2.236 orang.
KESIMPULAN
Rujukan
Publish date : 2020-02-25