Berita
KOMPAS.com - Di jagat maya beredar narasi adanya korupsi dana zakat yang dikelola Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sebesar Rp 11,7 triliun.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut hoaks.
Narasi korupsi dana zakat Rp 11,7 triliun dibagikan oleh akun Instagram ini pada 13 Maret 2025. Berikut narasi yang dibagikan:
ZAKAT DIKORUPSI 11,7 T
Mega korupsi besar di Indonesia kembali terbongkar. Setelah kasus korupsi yang dilakukan oleh para petinggi pertamina yang menelan anggaran negara sebesar Rp 193,7 Triliun, kini mencuat kode "uang zakat" pun juga ikut dikorupsi dengan nominal sebesar Rp 11,7 Triliun.
Kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kini telah memunculkan dua pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dua tersangka tersebut adalah Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan yang menjabat sebagai Direkut di LPEI.
Dalam konferensi pers yang digelar di gedung KPK, Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengatakan, dari keterangan para saksi yang diperoleh, menyatakan memang adanya ‘uang zakat’ yang diberikan oleh para debitur kepada direksi.
Narasi itu disertai foto yang dibubuhi teks sebagai berikut:
Zakat yang harusnya buat fakir miskin malah dikorupsi sama kepala Baznas
Screenshot Hoaks, korupsi dana zakat Rp 11,7 triliun di Baznas
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut hoaks.
Narasi korupsi dana zakat Rp 11,7 triliun dibagikan oleh akun Instagram ini pada 13 Maret 2025. Berikut narasi yang dibagikan:
ZAKAT DIKORUPSI 11,7 T
Mega korupsi besar di Indonesia kembali terbongkar. Setelah kasus korupsi yang dilakukan oleh para petinggi pertamina yang menelan anggaran negara sebesar Rp 193,7 Triliun, kini mencuat kode "uang zakat" pun juga ikut dikorupsi dengan nominal sebesar Rp 11,7 Triliun.
Kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kini telah memunculkan dua pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dua tersangka tersebut adalah Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan yang menjabat sebagai Direkut di LPEI.
Dalam konferensi pers yang digelar di gedung KPK, Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengatakan, dari keterangan para saksi yang diperoleh, menyatakan memang adanya ‘uang zakat’ yang diberikan oleh para debitur kepada direksi.
Narasi itu disertai foto yang dibubuhi teks sebagai berikut:
Zakat yang harusnya buat fakir miskin malah dikorupsi sama kepala Baznas
Screenshot Hoaks, korupsi dana zakat Rp 11,7 triliun di Baznas

HASIL CEK FAKTA
Ketua Baznas Noor Achmad menegaskan, tidak ada kasus korupsi dana zakat yang melibatkan lembaganya.
Istilah "uang zakat" muncul dalam kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Menurut Noor Achmad, penyebaran informasi yang kurang tepat telah menimbulkan kesalahpahaman seolah-olah dana zakat yang dikelola oleh Baznas dikorupsi.
"Padahal dalam kasus ini, yang terjadi adalah penggunaan istilah 'zakat' sebagai kode komunikasi yang sama sekali tidak berhubungan dengan dana zakat yang sesungguhnya," kata Noor Achmad, dalam pernyataan yang diunggah di situs Baznas pada 9 Maret 2025.
Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya kode "Uang Zakat" dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI.
Sebagaimana sudah diberitakan Kompas.com, Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menjelaskan, istilah itu muncul ketika direksi LPEI meminta jatah kepada debitur.
"Memang ada namanya 'uang zakat' yang diberikan oleh para debitur ini kepada direksi yang bertanggung jawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut, yaitu besarannya antara 2,5 persen sampai 5 persen dari kredit yang diberikan," kata Budi.
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam perkara tersebut. Mereka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI; Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.
KPK baru mengungkap satu dari 11 debitur yang menerima fasilitas kredit dari LPEI tersebut, yaitu PT Petro Energy.
Potensi kerugian negara dari korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur secara keseluruhan berpotensi merugikan negara Rp 11,7 triliun.
Istilah "uang zakat" muncul dalam kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Menurut Noor Achmad, penyebaran informasi yang kurang tepat telah menimbulkan kesalahpahaman seolah-olah dana zakat yang dikelola oleh Baznas dikorupsi.
"Padahal dalam kasus ini, yang terjadi adalah penggunaan istilah 'zakat' sebagai kode komunikasi yang sama sekali tidak berhubungan dengan dana zakat yang sesungguhnya," kata Noor Achmad, dalam pernyataan yang diunggah di situs Baznas pada 9 Maret 2025.
Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya kode "Uang Zakat" dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI.
Sebagaimana sudah diberitakan Kompas.com, Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menjelaskan, istilah itu muncul ketika direksi LPEI meminta jatah kepada debitur.
"Memang ada namanya 'uang zakat' yang diberikan oleh para debitur ini kepada direksi yang bertanggung jawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut, yaitu besarannya antara 2,5 persen sampai 5 persen dari kredit yang diberikan," kata Budi.
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam perkara tersebut. Mereka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI; Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.
KPK baru mengungkap satu dari 11 debitur yang menerima fasilitas kredit dari LPEI tersebut, yaitu PT Petro Energy.
Potensi kerugian negara dari korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur secara keseluruhan berpotensi merugikan negara Rp 11,7 triliun.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi korupsi dana zakat Rp 11,7 triliun yang dikelola Baznas adalah hoaks.
Tidak ada kasus korupsi dana zakat di Baznas. Istilah "uang zakat" muncul dalam kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
KPK menyebutkan, istilah itu muncul ketika direksi LPEI meminta jatah kepada debitur. Jatah tersebut diberi istilah "uang zakat".
Tidak ada kasus korupsi dana zakat di Baznas. Istilah "uang zakat" muncul dalam kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
KPK menyebutkan, istilah itu muncul ketika direksi LPEI meminta jatah kepada debitur. Jatah tersebut diberi istilah "uang zakat".
Rujukan
Publish date : 2025-03-26