Berita
Sebuah tangkapan layar beredar di Instagram [ arsip ] yang diklaim memperlihatkan bukti bahwa menerima transfusi darah dari orang yang telah disuntik vaksin COVID-19 bisa berbahaya.
Berikut bunyi narasinya: “Buat kalian yang masih pureblood, jangan menerima transfusi darah yang sudah divaksin, karena efeknya bahaya buat pasien *pengalaman keluarga sendiri. Dan kalian yang masih pureblood sebisa mungkin hindari berhubungan badan dengan yang sudah divaksin karena shedding itu nyata,” tulis akun tersebut.
Namun, benarkah menerima transfusi darah dan organ dari orang yang pernah menerima vaksin Covid-19 dan berhubungan badan dengan mereka bisa berbahaya?
HASIL CEK FAKTA
Tempo menelusuri sumber informasi dari narasi yang beredar tersebut, untuk memverifikasi klaim yang disebarkan. Ditemukan sumber informasi yang digunakan, yakni sebuah penelitian yang sesungguhnya memiliki kesimpulan yang berbeda dengan narasi yang beredar.
Berikut hasil penelusurannya:
Riset yang dicatut dalam narasi yang beredar sesungguhnya berjudul “A 9 Year Review Of Blood Transfusion Practice And Adherence To Nice Guidelines At A District General Hospital, Uk” yang dalam bahasa Indonesia berarti tinjauan 9 tahun terhadap praktek transfusi darah dan kepatuhan panduan yang baik di rumah sakit umum kabupaten di Inggris.
Laporan penelitian itu terbit di jurnal ilmiah HemaSpher e edisi Juni 2022. Sebagaimana yang disebutkan dalam judulnya, penelitian itu meninjau data pelayanan transfusi darah selama sembilan tahun, dari tahun 2013 sampai 2022.
Penelitian menggunakan data dari rumah sakit umum tingkat kabupaten di Inggris, untuk melihat seberapa baik praktik transfusi darah di sana, dan apakah telah sesuai dengan panduan kesehatan yang ada.
Kesimpulan dari penelitian ini menyoroti beberapa temuan utama:
1. Selama sembilan tahun, terjadi penurunan yang signifikan dalam jumlah total transfusi sel darah merah (RBC). Namun, ada sedikit peningkatan setelah Agustus 2020 yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh perluasan tempat tidur rumah sakit dan pandemi COVID-19. Namun terdapat peningkatan yang signifikan dalam transfusi unit tunggal, sejalan dengan pedoman penilaian dan pengelolaan transfusi darah pada orang dewasa, remaja, dan anak di atas 1 tahun (NICE).
2. Temuan berikutnya bahwa Penelitian tersebut tidak menemukan adanya perbaikan dalam mengelola pasien dengan yang memiliki anemia (IDA). Persentase pasien IDA yang ditransfusi tetap relatif stabil (rata-rata 64%). Hal ini menunjukkan bahwa beberapa pasien mungkin menerima transfusi yang tidak perlu ketika penggantian zat besi dapat menjadi alternatif yang lebih aman. Untuk mengatasi manajemen IDA, rumah sakit telah memperkenalkan layanan pemberian zat besi melalui infus selama 18 bulan terakhir.
3. Secara keseluruhan, riset itu menghasilkan temuan bahwa meskipun ada kemajuan dalam mengurangi transfusi dan meningkatkan kepatuhan terhadap pedoman, penelitian ini mengidentifikasi kebutuhan akan manajemen IDA yang lebih baik untuk meminimalkan transfusi yang tidak perlu.
Dengan demikian, penelitian tersebut tidak memperlihatkan adanya hubungan kematian atau penyakit seseorang akibat transfusi darah dari orang yang menerima vaksin COVID-19.
Keamanan Transfusi Darah
Narasi bahwa menerima transfusi darah dari orang yang pernah disuntik vaksin bisa memberikan dampak bahaya, beredar salah satunya dari cuitan politisi sayap kanan Amerika Serikat, Rogan O'Handley, pada Februari 2024, sebagaimana dilaporkan majalah Rolling Stone.
Twit O’Handley yang secara keliru mengutip pengumuman Palang Merah Amerika Serikat itu kemudian di-retweetpendukung Donald Trump, Robert F Kennedy Jr. Orang-orang di kelompok sayap kanan lainnya pun mengamplifikasi narasi tersebut.
Kennedy dikenal sering menyampaikan pernyataan penolakan vaksinasi, dan menuduh pandemi Covid-19 berkaitan dengan teori konspirasi global. Trump yang telah memenangi Pilpres Amerika Serikat 2024, sedianya akan menjadikan Kennedy sebagai menteri di bidang kesehatan.
Dilansir keterangan diwebsite Palang Merah AS, menyatakan mereka mengikuti vaksinasi Covid-19 tidak membuat seseorang ditolak menyumbangkan darah. Demikian juga darah dari orang-orang yang telah divaksin itu, aman untuk ditransfusikan.
Mereka mengatakan pengumpulan donasi darah di Amerika Serikat harus mengikuti peraturan dari Food and Drugs Administration (FDA). Orang-orang yang sudah maupun belum disuntik vaksin, sama-sama harus mengikuti prosedur dalam mendonorkan darah.
Association for the Advancement of Blood & Biotherapies ( AABB ) menyatakan bahwa FDA secara tegas darah dari donatur yang baru divaksin aman ditransfusikan, asalkan kondisi pendonor sehat dan memenuhi persyaratan umum.
Narasi yang beredar di kalangan pengikut teori konspirasi itu menyebabkan permintaan donor darah dari orang yang belum menerima vaksin Covid-19. Padahal lembaga pengumpul darah tidak membedakan yang dari pendonor yang sudah divaksin dan non vaksin. Selain itu, di fasilitas-fasilitas kesehatan tidak tersedia metode untuk mengetahui orang yang mau mendonorkan darah tersebut sudah divaksin atau belum.
The College of American Pathologists ( CAP ) menerbitkan artikel menjelaskan kekhawatiran terhadap transfusi darah dari orang yang sudah divaksin COVID-19 muncul lantaran adanya laporan efek samping tertentu. Padahal mereka yang mendapatkan efek negatif vaksin jumlahnya sangat sedikit atau cukup langka terjadi.
Mereka takut nantinya terkena miokarditis, terjadi perubahan DNA, mutasi onkogenik, kemandulan, hingga terjadi cacat lahir, karena menerima transfusi darah dari orang yang sudah divaksin. “Padahal, sesungguhnya kekhawatiran tersebut tidak terbukti,” tulis artikel tersebut.
Mereka mengimbau fasilitas layanan kesehatan untuk memahami kekhawatiran pasien dan keluarga pasien, lalu secara telaten mengedukasi mereka bahwa transfusi darah dari orang yang sudah disuntik vaksin COVID-19 aman dilakukan.
KESIMPULAN
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan penelitian review sembilan tahun transfusi darah di Inggris membuktikan transfusi darah dari pendonor yang telah disuntik vaksin Covid-19 berbahaya bagi penerimanya adalah klaim yangkeliru.
Penelitian yang dimaksud memang menyoroti masalah keamanan transfusi darah di Inggris, namun tidak berkaitan dengan bahaya transfusi darah dari orang yang sudah menerima vaksinasi COVID-19.
Selain itu, FDA dan Palang Merah AS telah secara tegas menyatakan bahwa darah yang didonorkan oleh orang yang sudah mengikuti vaksinasi COVID-19 aman untuk ditransfusikan.
Rujukan
https://www.instagram.com/p/DC7otHhTxSs/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading
https://mvau.lt/media/56254c56-09a6-480e-af72-39328cad5da8
https://www.aabb.org/news-resources/resources/transfusion-medicine/vaccinations-and-blood-donation
Publish date : 2024-12-09