Berita
Sebuah video yang diklaim bahwa dana pandemi atau Pandemic Fund yang diterima Indonesia untuk mempersiapkan rekayasa pandemi berikutnya, beredar di Instagram [ arsip ].
Pengunggah konten menulis bahwa Indonesia akan menerima dana hibah dari World Bank, WHO, dan FAO sebesar 24,9 juta Dollar AS (setara Rp387 miliar) untuk penguatan respons pandemi dalam 3 tahun. Pendanaan ini disebut bagian dari rencana elit global dan lokal untuk merekayasa pandemi berikutnya, salah satunya melalui UU Kesehatan No.17/2023.
Benarkah dana pandemi yang diterima Indonesia terkait dengan rencana merekayasa pandemi berikutnya?
HASIL CEK FAKTA
Klaim 1: Pandemic Fund untuk merekayasa pandemi berikutnya
Fakta: Asal mula virus SARS-CoV-2 adalah virus alami, bukan rekayasa dari laboratorium maupun elit global.Para peneliti telah mengidentifikasi petunjuk baru yang menetapkan adanya hewan dan virus SARS-CoV-2 berada di pasar hewan di Wuhan, Tiongkok.
Artikel di New Scientist pada 19 September 2024 berjudul “ Evidence points to Wuhan market as source of covid-19 outbreak ” menyimpulkan bahwa kemungkinan besar virus tersebut muncul dari hewan liar yang dijual di pasar dan bukan dari hasil laboratorium. Para peneliti menganalisis ulang data dari 800 sampel yang dikumpulkan di pasar Huanan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok mulai 1 Januari 2020, dan juga mempelajari genom virus dari kasus covid-19 paling awal.
Berikutnya, Tim Cek Fakta Tempo mengunjungi tautan yang dipublikasikan dalam konten tersebut. Link berasal dari situs resmi Kementerian Keuangan RI yang berjudul “Indonesia Terima Dana Pandemi untuk Perkuat Ketahanan Kesehatan Nasional ”.
Dalam artikel tersebut memuat informasi bahwa Dewan Pengelola Dana Pandemi (Pandemic Fund) menyetujui hibah putaran kedua senilai 418 juta dolar AS untuk 40 negara di enam wilayah geografis, termasuk Indonesia. Pemberian hibah ini diputuskan dalam pertemuan Dewan Pandemic Fund ke-14 yang berlangsung di Washington, D.C., Amerika Serikat pada 17 Oktober 2024.
Pandemic Fund merupakan mekanisme pembiayaan multilateral pertama untuk membantu negara-negara berkembang agar lebih siap menghadapi pandemi pada masa mendatang. Pandemic Fund diluncurkan pada November 2022 dalam Presidensi G20 Indonesia. Risiko pandemi yang semakin meningkat akibat perubahan iklim, migrasi, kerentanan, dan konflik, menekankan pentingnya dan urgensi dari putaran investasi baru ini oleh Pandemic Fund. Hibah dari Pandemic Fund berfungsi sebagai katalisator pembiayaan bersama dari pemerintah dan keahlian teknis dari berbagai Entitas Pelaksana terakreditasi.
Pandemic Fund dikelola oleh Dewan Pandemic Fund yang mencakup perwakilan setara dari kontributor berdaulat dan negara-negara rekan investor, serta perwakilan dari yayasan/kontributor non-berdaulat dan organisasi masyarakat sipil. Dengan keterlibatan begitu banyak mitra internasional dan organisasi masyarakat sipil, pendanaan pandemi ini adalah sebuah bentuk solidaritas global yang luar biasa.
Dari 146 proposal yang diterima, proposal Indonesia memperoleh nilai paling tinggi oleh Technical Advisory Panel (TAP) dengan tema Collaborative Approach for Resilient Surveillance and Pandemic Preparedness in Indonesia (CARE-I). Proposal tersebut memuat penguatan enam agenda utama di bidang laboratorium, surveilans, tenaga kesehatan dan komunikasi risiko.
Pada hibah putaran kedua ini, Indonesia akan menerima alokasi dana sebesar USD 24,9 juta untuk penguatan respons pandemi termasuk penguatan pengawasan penyakit dan sistem peringatan dini, meningkatkan laboratorium, serta membangun tenaga kerja kesehatan yang berkualitas.
Program pendanaan ini akan berlangsung dalam durasi tiga tahun bersama World Bank, WHO, dan FAO sebagai entitas pelaksana (implementing entity). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selakufocal pointakan mengkoordinasikan kolaborasi antar-kementerian dalam implementasinya, terutama untuk pendekatan One Health bersama Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pertanian, dan BRIN.
Menurut peneliti epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, pandemi disebabkan oleh patogen baru seperti yang terjadi pada COVID-19 yang potensinya sangat besar terjadi secara alami karena berbagai faktor lingkungan dan sosial, termasuk perubahan iklim, deforestasi, dan urbanisasi yang mendorong interaksi manusia dan hewan yang semakin dekat dan semakin sering.
Dana pandemi yang diterima Indonesia, justru bertujuan untuk memitigasi risiko-risiko terjadinya pandemi di masa akan datang. Menurut Dicky, pembiayaan dari Pandemic Fund tidak diarahkan untuk memulai pandemi baru, melainkan untuk mencegahnya. Hal ini terlihat dari isi kegiatan seperti yang Indonesia usulkan, misalnya program yang didanai dana hibah ini melibatkan seluruh ekosistem yang menangani potensi-potensi kejadian pandemi. “Kegiatannya seperti memastikan harmonisasi kesehatan manusia, hewan dan lingkungan, mengidentifikasi dan mengurangi resiko sejak dini,” kata Dicky.
Investasi, menurut dia, adalah langkah realistis yang diambil oleh komunitas global untuk menghindari bahkan mengurangi konsekuensi buruk di masa depan. Selain itu, dana pandemi tersebut dikelola oleh berbagai pemangku kepentingan global yang independen serta mandiri, seperti WHO, FAO dan Bank Dunia disertai tujuan yang sama dan mekanisme yang transparan untuk meningkatkan kapasitas kesehatan negara berkembang. “Jadi kolaborasi, transparansi dari pengelolaan dana ini sebetulnya bukti nyata dari semangat, solidaritas global, bukan agenda tersembunyi,” kata Dicky.
Teori konspirasi yang mengklaim bahwa dana ini digunakan untuk merekayasa pandemi tidak memiliki dasar bukti yang kuat. Berbagai negara maju yang berpartisipasi dalam Pandemic Fund tidak memiliki keuntungan finansial atau politik dalam menciptakan pandemi baru, yang justru merugikan ekonomi dan kesehatan global secara masif.
Sebaliknya, kerugian akibat pandemi COVID-19 menunjukkan betapa mahalnya harga yang harus dibayar masyarakat global saat tidak siap menghadapi ancaman kesehatan. “Pandemi seperti COVID-19 menyebabkan miliaran dolar kerugian ekonomi global, peningkatan kemiskinan, dan membebani sistem kesehatan di seluruh dunia. Tidak ada pihak yang mendapatkan keuntungan jangka panjang dari kondisi seperti ini. “Dana dari Pandemic Fund ditujukan justru untuk memperkuat deteksi dini dan mempercepat respons, sehingga dampak buruk pandemi dapat dicegah atau diminimalisir,” katanya.
Klaim 2: UU Kesehatan bagian untuk merekayasa pandemi
Fakta: Tidak ada bagian dalam UU Kesehatan terbaru yang membahas mengenai rekayasa pandemi. Staf Pengajar dan Peneliti Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Djarot Dimas Achmad Andaru menyatakan bahwa UU Kesehatan yang bercorak omnibus untuk menjawab tantangan penyelarasan dan koordinasi secara efektif dalam penanggulangan dan pencegahan wabah penyakit menular secara nasional.
UU Kesehatan tidak hanya menyelaraskan pengaturan pencegahan dan penanggulangan wabah penyakit menular dalam satu undang-undang. Isinya juga menyelaraskan wewenang, tugas, dan tanggung jawab antar pemangku kepentingan yang dikoordinasi oleh Pemerintah Pusat. Serta mendorong kolaborasi dalam negeri maupun luar negeri dalam penanganan dan penanggulangan wabah penyakit menular.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan bahwa klaim dana pandemi yang diterima Indonesia untuk merencanakan rekayasa pandemi berikutnya adalahkeliru.
Dana hibah itu digunakan untuk penguatan layanan kesehatan agar negara-negara berkembang menjadi jauh lebih tangguh jika pandemi terjadi kembali di masa akan datang seperti penguatan pengawasan penyakit dan sistem peringatan dini, meningkatkan laboratorium, serta membangun tenaga kerja kesehatan yang berkualitas.
Rujukan
https://www.instagram.com/reel/DCBOQ-fouBX/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading
Publish date : 2024-11-11