Berita
Sebuah video beredar di WhatsApp serta akun Facebook ini, ini, ini, dan di TikTok berisi klaim tentang mengkonsumsi garam bukan termasuk penyebab sakit hipertensi atau darah tinggi.
Video itu memperlihatkan seorang pria yang mengatakan: Bahwa garam menyebabkan hipertensi keliru. Hari ini sudah kebuka semua politik di sana, bahwa penyebab penyakit degeneratif diabetes, jantung, stroke, kanker, karena makanan yang banyak mengandung gula, terutama gula pasir.
Tempo menerima permintaan pembaca untuk memeriksa kebenaran narasi tersebut. Benarkah garam bukan penyebab sakit hipertensi?
HASIL CEK FAKTA
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Andi Khomeini Takdir menyatakan garam aman dikonsumsi asalkan tidak berlebihan. Namun akan merugikan bila mengkonsumsinya melebihi kebutuhan tubuh.
“Garam oke kok, (bisa jadi) nggak oke kalau berlebih. Kebutuhan kita rata-rata di 3.500 mg (garam per hari) saja,” kata pria yang kerap disapa Doter Koko itu, pada Tempo melalui pesan, Selasa, 4 September 2024.
Sejumlah dokter, akademisi, dan sumber-sumber resmi, telah menerangkan bahwa konsumsi garam yang berlebihan bisa menyebabkan seseorang terserang penyakit hipertensi.
Kementerian Kesehatan ( Kemenkes ) melalui website resmi mengatakan kekurangan garam ataupun konsumsi berlebih, tidak baik untuk kesehatan manusia. Kurang konsumsi garam dapat menyebabkan rendahnya natrium dalam sel, yang dapat berujung pada dehidrasi dan kehilangan nafsu makan.
Sementara konsumsi berlebihan bisa menyebabkan kadar natrium dalam sel terlalu tinggi, sehingga mengganggu keseimbangan cairan. Hal itu membuat cairan masuk ke pembuluh darah, mempersempit pembuluh darah arteri, dan terjadi tekanan darah tinggi atau hipertensi, bahkan bisa mengarah ke serangan jantung atau stroke.
Rekomendasi konsumsi garam dapur untuk orang sehat ialah 5 gram atau satu sendok teh (sdt) per hari, yang pada umumnya mengandung kurang dari 100 mmol natrium. Untuk penderita hipertensi, porsinya lebih rendah lagi, yakni 1,5 sampai 4 gram garam per hari.
“Walaupun tidak semua penderita hipertensi sensistif terhadap natrium, namun pembatasan asupan natrium dapat membantu terapi farmakologi menurunkan tekanan darah dan menurunkan risiko penyakit kardioserebrovaskuler,” tulis Kemenkes.
Dilansir Antara pada 6 Mei 2021, Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) Erwinanto mengatakan mengurangi konsumsi garam sama dengan mengurangi risiko terkena darah tinggi. Batas aman konsumsi garam untuk orang sehat dikatakannya 5 sampai 6 gram per hari.
“Tapi dalam praktiknya kita tidak bisa menghitung kadar garam yang dikonsumsi sehari-hari, sehingga untuk (lebih aman) menguranginya, kurangilah konsumsi garam sedapat mungkin," kata Erwinanto dalam acara Media Briefing Hari Hipertensi Sedunia 2021 yang ditayangkan secara daring.
Selain itu, pengaturan konsumsi makanan juga dianjurkan diperhatikan, yakni dengan mengkonsumsi banyak sayur, banyak kuah, dan sedikit lemak jenuh serta sedikit gula. Olahraga minimal 30 menit per hari, selama lima hari per minggu, juga disarankan.
"Kita juga perlu turunkan berat badan supaya upaya itu lebih efektif. Target lingkar pinggang orang Asia laki-laki kurang 90 sentimeter dan wanita 80 sentimeter. Ini usaha untuk ukur faktor risiko," katanya lagi.
Dokter ilmu gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Luciana B Sutanto juga mengatakan bahwa natrium yang dikandung garam dibutuhkan oleh tubuh, namun harus dalam jumlah yang tepat, sebagaimana dilaporkan Mediaindonesia.com.
Natrium dalam kadar yang tepat memberikan fungsi sebagai elektrolit yang menjaga keseimbangan cairan tubuh sehingga menghindari dehidrasi. Namun bila kebanyakan, bisa meningkatkan volume darah akibat kelebihan air, yang dampaknya meningkatkan tekanan hingga terjadi hipertensi.
"Oleh sebab itu, terlalu banyak asupan natrium juga berbahaya untuk kesehatan karena bisa menyebabkan edema atau membengkaknya bagian tubuh tertentu karena terdapat penumpukan cairan berlebih," kata Luciana.
Sementara natrium atau sodium tak hanya dikandung garam dapur saja, tetapi juga dalam bahan makanan lain, seperti udang, keju, ham, makanan kaleng, hingga kecap maupun saus.
Dokter Spesialis pada Klinik Endokrin di RSA UGM, Ali Baswedan, Sp.PD-KEMD, menjelaskan menurut Kemenkes, seseorang didiagnosa darah tinggi bila telah memeriksakan tekanan darahnya minimal dua kali dalam seminggu dan hasilnya sama-sama 140 ke atas untuk batas atas dan 90 ke atas untuk batas bawah (140/90 mmHg atau lebih tinggi).
Dia menjelaskan kebanyakan penderita hipertensi justru tidak merasakan gejala, sementara yang lainnya merasa pusing atau gejala lain. Hipertensi pada seseorang yang tidak menunjukkan gejala justru lebih berbahaya karena tidak segera mendapatkan penanganan.
“Terutama bagi orang-orang yang memiliki keturunan hipertensi, misal dari bapak, kakek neneknya, pamannya, dan memiliki kecenderungan seperti itu maka sebaiknya secara periodik periksa,” kata Ali dalam artikel yang dipublikasikan pada 20 Januari 2023 itu.
Untuk itu, pihaknya menyarankan masyarakat melakukan pemeriksaan berkala untuk mengetahui dirinya hipertensi atau tidak. Salah satu pencegahan dan penanganan penderita hipertensi adalah mengendalikan konsumsi sumber garam.
Dia mengatakan, tidak hanya garam, banyak produk bumbu yang beredar saat ini mengandung sumber garam. Di antaranya micin atau MSG, kecap, saos, sambal sachet, camilan, makanan ringan dan lain-lain.
Untuk orang yang telah didiagnosa hipertensi, dia menganjurkan untuk benar-benar berhenti mengkonsumsi garam. Lantaran, konsumsi garam juga bisa menghambat kerja obat yang diminum orang tersebut.
“Dengan mengkonsumsi garam secara terus menerus, maka natrium akan masuk sel. Pada saat masuk sel, maka cairan juga akan masuk ke dalam semua, sehingga bisa overload (kelebihan) cairan. Dan kelebihan cairan ini membuat jantung memompa lebih kuat sehingga menaikkan tensi,” kata Ali lagi.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan faktor yang bisa mempengaruhi risiko seseorang terkena hipertensi dibagi dua macam, yakni faktor yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah.
Faktor risiko yang dapat diubah di antaranya pola makan yang tidak sehat (konsumsi garam berlebihan, pola makan tinggi lemak jenuh dan lemak trans, asupan buah dan sayur yang rendah), kurangnya aktivitas fisik, konsumsi tembakau dan alkohol, serta kelebihan berat badan atau obesitas.
Selain itu, ada faktor risiko lingkungan untuk hipertensi dan penyakit terkait, di mana polusi udara merupakan yang paling signifikan. Kemudian faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat hipertensi dalam keluarga, usia di atas 65 tahun, dan penyakit penyerta seperti diabetes atau penyakit ginjal.
KESIMPULAN
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan konsumsi garam tidak termasuk faktor penyebab hipertensi adalah klaimmenyesatkan.
Natrium yang dikandung garam dibutuhkan oleh tubuh, namun tidak boleh dikonsumsi berlebihan. Bila dikonsumsi berlebihan dampaknya akan mempengaruhi pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Rujukan
https://www.facebook.com/reel/285389617967033
https://www.facebook.com/watch/?v=396444929550558
https://www.facebook.com/reel/1164220251254700
https://www.tiktok.com/@kumpulanresepherbal/video/7341684443700153605
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/189/kiat-aman-konsumsi-garam-bagi-penderita-hipertensi
https://mediaindonesia.com/humaniora/559455/ingat-konsumsi-garam-berlebihan-berbahaya
https://ugm.ac.id/id/berita/23381-pakar-kesehatan-hipertensi-stop-sumber-garam/
Publish date : 2024-09-04