Berita
Sebuah video beredar di WhatsApp, akun Facebook ini, ini, ini serta unggahan Instagram ini dan ini, yang diklaim poster informasi kadar gula dalam produk minuman yang dijual di pasar swalayan Super Indo.
Video itu memperlihatkan poster keterangan kadar gula dan label harga masing-masing jenama produk minuman itu. Konten itu memuat informasi mengenai kandungan gula tinggi pada minuman berbahaya bagi konsumen, termasuk anak-anak. Dikatakan juga bahwa produk-produk minuman berpemanis itu menyebabkan penyakit ginjal.
Tempo menerima permintaan pembaca untuk memeriksa kebenaran narasi tersebut. Benarkah Super Indo memasang indikator kandungan gula di rak produk minuman? Dan benarkah, minuman berpemanis berbahaya untuk dikonsumsi?
HASIL CEK FAKTA
Artikel ini menelusuri dua klaim dari narasi yang beredar tersebut. Pertama, benarkah pasar swalayan Super Indo menempelkan indikator kadar gula di rak produk minuman? Kedua, benarkah minuman yang mengandung tinggi gula berbahaya bagi kesehatan?
Klaim 1: Super Indo memasang informasi indikator kadar gula
Fakta: Video yang beredar sama dengan rekaman dr. Deva Putriane, Cht, CPHCT yang diunggah di akun TikTok miliknya pada Juli 2024. Dia adalah dokter umum yang berpraktik di salah satu klinik di Kota Tangerang, Jawa Barat.
Ia biasa membagikan informasi kesehatan melalui konten yang diunggahnya di media sosial, terutama terkait kesehatan anak-anak. Dalam video yang beredar, ia mengapresiasi Super Indo yang memberikan informasi indikator kandungan gula pada produk minuman yang dijual di pasar swalayan mereka.
“Semoga dengan video ini kalian bisa lebih aware, bukan cuma buat anak-anak tapi buat sekeluarga untuk berhenti konsumsi minuman berwarna,” keterangan yang disertakan dr. Deva dalam video itu.
Super Indo dalam websitenya menerangkan mereka mulai memasang informasi indikator kadar gula pada produk minuman pada 26 Januari 2023. Mereka mengutip anjuran konsumsi gula dari Kementerian Kesehatan yakni setara 4 sendok makan atau 50 gram per orang per hari.
Hal itu juga dikatakan untuk merespons tingginya kasus diabetes di dunia. Mereka mengutip laporan International Diabetes Federation (IDF) yang mencatat 537 juta orang dewasa atau 1 dari 10 orang, mengidap diabetes di seluruh dunia. Hal itu menyebabkan 6,7 juta orang meninggal dunia atau 1 kematian setiap 5 detik.
Secara teknis, mereka membagi produk minuman dalam empat kelompok sesuai dengan informasi kadar gula yang tertera dalam kemasan. Keempatnya adalah warna kuning untuk produk minuman yang mengandung gula ≤ 0,5 gr, jingga muda untuk yang 0,5 - 6 gr, jingga antara 6 sampai 12 gr, dan jingga tua > 12 gr.
Poster berisi keterangan tersebut dipasang di dekat rak produk minuman. Kemudian pada label harga untuk jenama produk minuman tersebut diberikan kode warna yang sesuai dengan kandungan gula masing-masing.
General Manager of Corporate Affairs & Sustainability Super Indo Yuvlinda Susanto, dalam berita di Kompas.com, menyatakan bahwa pihaknya adalah pasar swalayan pertama yang memasang informasi indikator kadar gula pada produk minuman tersebut.
“Kalau sugar indicator atau penerapan warna pada minuman siap saji dalam kemasan memang bisa dikatakan kami yang pertama melakukan dan itu kami lakukan menggunakan fasilitas yang ada di dalam gerai,” kata Yuvlinda di Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2024.
Dalam publikasi Tempo, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya berupaya mengatur konsumsi gula, garam dan lemak oleh masyarakat. Terkait hal itu, dibutuhkan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan atau UU Kesehatan.
"Teman-teman lihat kan di Singapura, dipasangin logo, nah itu juga diregulasi juga. Sekarang juga ada di Peraturan Pemerintah ya. Mudah-mudahan bulan ini bisa keluar, jadi kita juga bisa mulai itu melabel makanan-makanan di supermarket, kalau kandungan gula, garam, dan lemaknya tinggi," kata Budi, di Jakarta, Selasa, 4 Juni 2024.
Klaim 2: Makanan tinggi gula berbahaya bagi kesehatan
Fakta: Dilansir CNN, konsumsi gula berlebih dapat memberikan 45 dampak negatif bagi kesehatan tubuh mulai diabetes, asam urat, obesitas, tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke, kanker, asma, kerusakan gigi, depresi, dan kematian dini.
Penelitian yang terbit jurnal The BMJ itu ditulis sejumlah peneliti dari Amerika Serikat dan Cina. Mereka mengambil kesimpulan setelah meninjau 73 meta-analisis dari 8.601 studi tentang konsumsi gula.
Namun, sesungguhnya hubungan antara gula dan berbagai penyakit itu belum benar-benar terbuktikan secara ilmiah atau klinis, dan masih menjadi kontroversi, yang juga dilaporkan BBC. Pemerintah Indonesia maupun Amerika Serikat sama-sama menyarankan warganya membatasi konsumsi gula.
Kementerian Kesehatan ( Kemenkes ) RI pun mencatat sejumlah jurnal menemukan dampak tak langsung konsumsi terlalu banyak gula dengan gangguan kesehatan. Secara umum gula berdampak pada penyakit metabolik dan obesitas yang dapat menjalar pada penyakit lain.
“Gula bukanlah zat karsinogenik atau zat penyebab kanker. Namun, konsumsi gula yang berlebihan, terutama gula tambahan pada minuman dan makanan olahan, dapat berkontribusi terhadap obesitas, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kanker.”
Menurut Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, mengonsumsi gula berlebih akan menyebabkan obesitas sehingga berisiko tinggi mengakibatkan penyakit kanker. Laki-laki berisiko tinggi menderita kanker usus besar dan kelenjar prostat, sedangkan wanita berisiko tinggi untuk menderita kanker payudara dan leher rahim.
Di sisi lain, dilansir publikasi kesehatan Universitas Harvard, sebuah studi yang diterbitkan di Frontiers in Nutrition pada 4 Agustus 2023, menyatakan bahwa mengkonsumsi banyak makanan dan minuman mengandung gula meningkatkan risiko terkena batu ginjal.
Kesimpulan itu diperoleh dari analisis terhadap data kesehatan 28.303 orang dewasa, 48 persen berjenis kelamin laki-laki, dalam rentang waktu 11 tahun. Dihasilkan kesimpulan mereka yang mengkonsumsi 25 persen kalori per hari dari gula dalam makanan dan minuman berisiko 88 persen lebih tinggi terkena batu ginjal dibanding yang hanya mengonsumsi 5 persen.
KESIMPULAN
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan video yang beredar memperlihatkan informasi indikator kadar gula yang dipasang di rak produk minuman di pasar swalayan Super Indo, adalah klaim yang benar.
Meskipun belum terbukti secara klinis dan masih menjadi kontroversi, sejumlah negara termasuk Indonesia dan Amerika Serikat menganjurkan pembatasan konsumsi gula pada rakyatnya.
Rujukan
https://www.facebook.com/emeroxy.thera/videos/880093920631462
https://www.facebook.com/watch/?v=3854747588132259
https://www.facebook.com/watch/?v=945352067346131
https://www.instagram.com/reel/C9zcKn3SG8x/
https://www.instagram.com/reel/C96HW6sykmI/
https://www.tiktok.com/@dr.devaputriane/video/7391867415207922949
https://www.tempo.co/tag/budi-gunadi
https://edition.cnn.com/2023/04/05/health/added-free-sugars-health-effects-study-wellness/index.html
https://www.bbc.com/future/article/20180918-is-sugar-really-bad-for-you
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20240418/1245316/berbagai-dampak-kelebihan-gula/
Publish date : 2024-09-02