Berita
Sebuah informasi lama kembali beredar di bulan Mei 2024, mengenai mitos gigi berbunyi yang dianggap sebagai suatu “keistimewaan” karena dianggap memiliki khodam di dalam diri seseorang.
Pada video yang diunggah oleh akun Guru Anggara (centang biru), narasi pembuka pada video ini tertulis “pernahlah kamu tidur atau kamu mendengar orang tidur lalu menggesek-gesekkan giginya sampai berbunyi?”. Video ini disukai oleh 13,3 ribu pengguna, mendapatkan 2,7 ribu komentar, dan dibagikan sebanyak 4,7 ribu kali. Durasi video ini dipresentasikan selama 15 detik, dengan jenis video yang disebarkan untuk segmentasi penonton semua usia.
Pada slide kedua, narasi yang ditulis yakni “khodam seseorang tersebut berwujud buas, dan kebanyakan orang seperti itu memiliki khodam”. Secara singkat, pengertian khodam adalah hubungan antara manusia dengan makhluk gaib atau jin yang bisa berkomunikasi, dalam kepercayaan tertentu khodam dapat berwujud sebagai pelindung karena merupakan suatu warisan leluhur dalam garis keturunannya. Seseorang yang memiliki khodam biasanya memiliki ciri yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya, salah satunya gigi berbunyi pada saat tidur. Sementara itu, dalam informasi lainnya yang beredar, gigi berbunyi pada saat tidur dianggap sebagai bentuk gangguan jin yang jahat, yang hendak mengganggu kenyamanan dan keamanan seseorang.
Selanjutnya, slide ketiga sekaligus terakhir menunjukkan bahwa wujud khodam yang buas yakni perwujudan macan. Dalam hal ini, para audiens, seolah menyetujui pernyataan ini dan mengaitkannya dengan orang sekitar dan pengalaman sehari-hari.
Pada video yang diunggah oleh akun Guru Anggara (centang biru), narasi pembuka pada video ini tertulis “pernahlah kamu tidur atau kamu mendengar orang tidur lalu menggesek-gesekkan giginya sampai berbunyi?”. Video ini disukai oleh 13,3 ribu pengguna, mendapatkan 2,7 ribu komentar, dan dibagikan sebanyak 4,7 ribu kali. Durasi video ini dipresentasikan selama 15 detik, dengan jenis video yang disebarkan untuk segmentasi penonton semua usia.
Pada slide kedua, narasi yang ditulis yakni “khodam seseorang tersebut berwujud buas, dan kebanyakan orang seperti itu memiliki khodam”. Secara singkat, pengertian khodam adalah hubungan antara manusia dengan makhluk gaib atau jin yang bisa berkomunikasi, dalam kepercayaan tertentu khodam dapat berwujud sebagai pelindung karena merupakan suatu warisan leluhur dalam garis keturunannya. Seseorang yang memiliki khodam biasanya memiliki ciri yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya, salah satunya gigi berbunyi pada saat tidur. Sementara itu, dalam informasi lainnya yang beredar, gigi berbunyi pada saat tidur dianggap sebagai bentuk gangguan jin yang jahat, yang hendak mengganggu kenyamanan dan keamanan seseorang.
Selanjutnya, slide ketiga sekaligus terakhir menunjukkan bahwa wujud khodam yang buas yakni perwujudan macan. Dalam hal ini, para audiens, seolah menyetujui pernyataan ini dan mengaitkannya dengan orang sekitar dan pengalaman sehari-hari.
HASIL CEK FAKTA
Tim Bincang Perempuan berupaya melakukan penelusuran fakta mengenai gigi berbunyi saat tidur. Faktanya, kondisi demikian diidentifikasi sebagai bruxism, adalah suatu kondisi ketika seseorang menggemeretak, menggesek, atau mengerat giginya sendiri entah itu ke atas, bawah, samping kanan maupun kiri. Sering kali, aktivitas ini tidak disadari oleh pelakunya karena biasanya terjadi di malam hari (sleep bruxism). Hal ini dapat terjadi baik dalam keadaan tidur ataupun bangun, tetapi secara tidak sadar menggesekkan gigi. Istilah bruksisma berasal dari kata Bahasa Yunani (brychein), yang berarti to gnash the teeth atau mengerotkan gigi-gigi.
Fenomena bruxism yang tercatat, yaitu kira-kira pada 600-200 BC, dan konsep ini dinyatakan oleh beberapa ahli. Fenomena bruxism telah mempengaruhi banyak orang di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, diduga sebanyak 45 juta orang memiliki tanda dan gejala dari bruxism sewaktu tidur, dan 20% penduduk mengalami bruxism sewaktu bangun. Prevalensi bruksisma berkisar antara 14-20% pada anak-anak, 5-8% pada orang dewasa dan menurun menjadi 3% pada orang berusia di atas 60 tahun. Tidak terdapat perbedaan predileksi jenis kelamin, artinya bruxism dapat dialami oleh baik laki-laki maupun perempuan. Umumnya penderita tidak memperhatikan kondisi bruxism ini. Biasanya anggota keluarga yang lebih memperhatikan dan memberitahukan keadaan tersebut karena merasa terganggu dengan suara yang dikeluarkan oleh penderita bruxism yang mengemeretakkan gigi- giginya.
Dilansir dari hasil penelitian Lobbezoo dan Naeije (2001) dalam tulisan berjudul “bruxism is mainly regulated centrally not peripherally” dimuat di Journal Oral Rehabil, menyatakan bahwa pengalaman stres dan faktor psikososial berperan penting pada penyebab bruxism. Menurut literatur berdasarkan laporan dan observasi klinik, adanya keausan gigi adalah satu cara untuk menilai bruxism dalam hubungannya dengan kecemasan dan stres. Bruxism pada orang dewasa, faktor psikologi dianggap berperan. Faktor tersebut adalah faktor kecemasan, ketegangan, dan stres; kemarahan yang terpendam, atau frustrasi; tipe kepribadian agresif, kompetitif, dan hiperaktif. Sedangkan menurut Mayo Clinic, kondisi ini kemungkinan didasari oleh kondisi fisik, psikis, hingga faktor genetik sekalipun. Dilihat dari faktor-faktor tersebut, bruxomania lantas terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: Awake bruxism, kemungkinan terjadi saat seseorang tengah dilanda stres, cemas, marah, frustrasi, atau ketegangan. Bahkan, kondisi ini bisa saja muncul ketika seseorang sedang berkonsentrasi penuh. Sleep bruxism, kemungkinan dipicu oleh aktivitas alamiah dari gigi saat tertidur. Pada anak-anak, kebiasaan ini muncul ketika gigi mereka tumbuh untuk pertama kalinya hingga periode tumbuhnya gigi permanen. Kendati demikian, bruxomania idealnya berhenti ketika memasuki usia remaja.
Kondisi ini juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor risiko, antara lain:
Stres. Stres dan beberapa kondisi psikis lainnya seperti cemas, marah, hingga frustrasi acap kali membuat seseorang menggemeretak giginya.
Usia. Usia anak-anak lebih rentan untuk mengalami kondisi ini.
Kepribadian. Orang-orang dengan kepribadian agresif, kompetitif, dan hiperaktif sangat dimungkinkan untuk sering melakukan kebiasaan ini.
Terapi obat-obatan. Kondisi ini juga bisa menjadi efek samping dari penggunaan sejumlah jenis obat-obatan seperti antidepresan. Selain itu, merokok serta minum minuman beralkohol dan berkafein juga meningkatkan kemungkinan terjadinya masalah ini.
Riwayat keluarga. Seseorang yang memiliki kebiasaan ini kemungkinan memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan yang sama.
Gangguan kesehatan. Menderita suatu gangguan kesehatan juga menjadi faktor risiko dari reaksi tubuh yang satu ini. Penyakit-penyakit yang dimaksud seperti Parkinson, demensia, GERD, epilepsi, sleep apnea, ADHD.
Menurut Aloe F. (2008) dalam tulisannya berjudul “Sleep bruxism treatment” dimuat di Journal Sleep Sci. Saat ini, tidak hanya satu jenis perawatan saja yang dapat mengurangi bruksisma, karena harus mempertimbangkan pula mekanisme fisiopatologisnya. Evaluasi perawatan bruksisma sangat sulit, karena berbagai alasan, variabilitas yang besar intensitas dan frekuensi bruksisma diantara dan antar individu, kondisi medis dan odontologis, serta gejala subjektif. Perawatan bruksisma membutuhkan kombinasi yaitu perawatan perilaku, perawatan gigi dan perawatan farmakologis.
Fenomena bruxism yang tercatat, yaitu kira-kira pada 600-200 BC, dan konsep ini dinyatakan oleh beberapa ahli. Fenomena bruxism telah mempengaruhi banyak orang di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, diduga sebanyak 45 juta orang memiliki tanda dan gejala dari bruxism sewaktu tidur, dan 20% penduduk mengalami bruxism sewaktu bangun. Prevalensi bruksisma berkisar antara 14-20% pada anak-anak, 5-8% pada orang dewasa dan menurun menjadi 3% pada orang berusia di atas 60 tahun. Tidak terdapat perbedaan predileksi jenis kelamin, artinya bruxism dapat dialami oleh baik laki-laki maupun perempuan. Umumnya penderita tidak memperhatikan kondisi bruxism ini. Biasanya anggota keluarga yang lebih memperhatikan dan memberitahukan keadaan tersebut karena merasa terganggu dengan suara yang dikeluarkan oleh penderita bruxism yang mengemeretakkan gigi- giginya.
Dilansir dari hasil penelitian Lobbezoo dan Naeije (2001) dalam tulisan berjudul “bruxism is mainly regulated centrally not peripherally” dimuat di Journal Oral Rehabil, menyatakan bahwa pengalaman stres dan faktor psikososial berperan penting pada penyebab bruxism. Menurut literatur berdasarkan laporan dan observasi klinik, adanya keausan gigi adalah satu cara untuk menilai bruxism dalam hubungannya dengan kecemasan dan stres. Bruxism pada orang dewasa, faktor psikologi dianggap berperan. Faktor tersebut adalah faktor kecemasan, ketegangan, dan stres; kemarahan yang terpendam, atau frustrasi; tipe kepribadian agresif, kompetitif, dan hiperaktif. Sedangkan menurut Mayo Clinic, kondisi ini kemungkinan didasari oleh kondisi fisik, psikis, hingga faktor genetik sekalipun. Dilihat dari faktor-faktor tersebut, bruxomania lantas terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: Awake bruxism, kemungkinan terjadi saat seseorang tengah dilanda stres, cemas, marah, frustrasi, atau ketegangan. Bahkan, kondisi ini bisa saja muncul ketika seseorang sedang berkonsentrasi penuh. Sleep bruxism, kemungkinan dipicu oleh aktivitas alamiah dari gigi saat tertidur. Pada anak-anak, kebiasaan ini muncul ketika gigi mereka tumbuh untuk pertama kalinya hingga periode tumbuhnya gigi permanen. Kendati demikian, bruxomania idealnya berhenti ketika memasuki usia remaja.
Kondisi ini juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor risiko, antara lain:
Stres. Stres dan beberapa kondisi psikis lainnya seperti cemas, marah, hingga frustrasi acap kali membuat seseorang menggemeretak giginya.
Usia. Usia anak-anak lebih rentan untuk mengalami kondisi ini.
Kepribadian. Orang-orang dengan kepribadian agresif, kompetitif, dan hiperaktif sangat dimungkinkan untuk sering melakukan kebiasaan ini.
Terapi obat-obatan. Kondisi ini juga bisa menjadi efek samping dari penggunaan sejumlah jenis obat-obatan seperti antidepresan. Selain itu, merokok serta minum minuman beralkohol dan berkafein juga meningkatkan kemungkinan terjadinya masalah ini.
Riwayat keluarga. Seseorang yang memiliki kebiasaan ini kemungkinan memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan yang sama.
Gangguan kesehatan. Menderita suatu gangguan kesehatan juga menjadi faktor risiko dari reaksi tubuh yang satu ini. Penyakit-penyakit yang dimaksud seperti Parkinson, demensia, GERD, epilepsi, sleep apnea, ADHD.
Menurut Aloe F. (2008) dalam tulisannya berjudul “Sleep bruxism treatment” dimuat di Journal Sleep Sci. Saat ini, tidak hanya satu jenis perawatan saja yang dapat mengurangi bruksisma, karena harus mempertimbangkan pula mekanisme fisiopatologisnya. Evaluasi perawatan bruksisma sangat sulit, karena berbagai alasan, variabilitas yang besar intensitas dan frekuensi bruksisma diantara dan antar individu, kondisi medis dan odontologis, serta gejala subjektif. Perawatan bruksisma membutuhkan kombinasi yaitu perawatan perilaku, perawatan gigi dan perawatan farmakologis.
KESIMPULAN
Setelah melakukan penelusuran fakta dari rujukan yang valid, referensi ilmu kesehatan dapat disimpulkan bahwa kondisi ketika seseorang menggemeretak, menggesek, atau mengerat giginya sendiri entah itu ke atas, bawah, samping kanan maupun kiri merupakan bruxism.Gangguan kesehatan ini harus segera dilakukan perawatan karena terkait dengan gejala fisik dan psikis. Sehingga, informasi yang beredar bahwa bruxism merupakan tanda bahwa seseorang memiliki khodam adalah informasi palsu yang tidak valid.
Publish date : 2024-06-01