Berita
Sebuah postingan di media sosial Facebook [ arsip ] mengklaim bila fenomena Aphelion akan terjadi dan membuat suhu bumi lebih dingin. Fenomena ini bahkan membuat jarak Bumi ke Matahari semakin lebih jauh dan berdampak pada cuaca yang lebih dingin sehingga menimbulkan banyak penyakit.
Lantas benarkah fenomena Aphelion membuat suhu bumi lebih dingin?
HASIL CEK FAKTA
Mulyono R. Prabowo, Deputi Bidang Meteorologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) seperti dikutip dari arsip berita Cekfakta Tempo, informasi terkait fenomena Aphelion di masyarakat cukup meresahkan. Padahal Aphelion adalah fenomena astronomis biasa terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.
Pada bulan Juli seperti diungkapkan BMKG dalam rilisnya, wilayah Australia biasa berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia semakin signifikan sehingga berimplikasi pada penurunan suhu udara yang cukup signifikan pada malam hari di wilayah Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT.
Berdasarkan hasil analisis BMKG terkait suhu udara di Indonesia dari 113 stasiun pengamatan, diketahui selama bulan Juni 2024 suhu udara di wilayah Indonesia berkisar 27.02 derajat celcius. Normal suhu udara klimatologis untuk bulan Juni 2024 periode 1991-2020 di Indonesia adalah sebesar 26.53 derajat celcius. Sementara pada Juli 2024, suhu udara di wilayah Indonesia berkisar 24-29 derajat celcius. Prediksi suhu minimum berkisar 22-28 derajat celcius dan prediksi suhu maksimum berkisar 28-34 derajat celcius.
Thomas Djamaluddin, astronom dan peneliti serta mantan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) seperti dikutip dari Tempo bahkan membantah fenomena Aphelion membuat suhu bumi lebih dingin. “Tidak ada hubungannya dengan aphelion, karena perubahan jarak Matahari ke Bumi tidak terlalu signifikan mempengaruhi suhu permukaan bumi," kata Thomas.
Suhu udara dipengaruhi distribusi panas di Bumi akibat perubahan setiap tahun posisi Matahari. Saat ini Matahari berada di belahan utara, sehingga belahan selatan mengalami musim dingin. “Tekanan udara di belahan selatan juga lebih tinggi daripada belahan utara.”.
Larry Wasserman, seorang astronom dari Observatorium Lowell di Flagstaff, Arizona seperti dikutip dari New York Times mengatakan fenomena Aphelion merupakan fenomena astronomis dimana posisi bumi berada jauh dari matahari. Pada Aphelion, jarak Bumi dari matahari sekitar 94,5 juta mil. Enam bulan kemudian, pada awal Januari di musim dingin, Bumi berada pada titik terdekatnya dengan matahari pada jarak 91,5 juta mil. Lokasinya dikenal sebagai perihelion.
Dikutip dari Merdeka, fenomena Aphelion sendiri terjadi satu kali setiap orbit bumi mengelilingi matahari (satu revolusi). Yang berarti fenomena aphelion terjadi setiap tahun sekali. Fenomena aphelion bukanlah fenomena penampakan benda langit yang bisa dilihat, sehingga tidak ada perubahan yang terlihat di langit. Bumi hanya akan berada di posisi orbit paling jauhnya dari Matahari.
Fenomena Aphelion tidak berpengaruh pada suhu di bumi. Suhu dingin yang dirasakan adalah efek dari musim kemarau. Saat musim kemarau, awan di langit lebih sedikit. Hal tersebut membuat Bumi tidak memantulkan panas yang diserap pada siang dan malam hari saat pagi. Sehingga udara pagi akan terasa lebih dingin.
KESIMPULAN
Hasil pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang mengklaim fenomena Aphelion akan terjadi dan membuat suhu bumi lebih dingin adalah keliru. Informasi ini diketahui merupakan informasi lawas yang selalu beredar setiap bulan Juli.
Thomas Djamaluddin, astronom dan peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional bahkan mengungkapkan tidak ada hubungannya dengan aphelion, karena perubahan jarak Matahari ke Bumi tidak terlalu signifikan mempengaruhi suhu permukaan bumi.
Rujukan
https://web.archive.org/web/20240712124354/
https://www.nytimes.com/article/aphelion-earth-sun-distance.html
Publish date : 2024-07-12