Berita
Penggunaan kendaraan listrik mengurangi sumbangan emisi karbon hingga 50% ke udara. Jika menggunakan kendaraan yang mengonsumsi BBM, sepanjang 10 km perjalanan akan mengonsumsi BBM hingga 1 liter dan menghasilkan emisi hingga 2,4 kg CO2. Sedangkan, dengan menggunakan kendaraan listrik untuk menempuh jarak 10 km dibutuhkan daya hingga 1,3 KWh yang menghasilkan emisi 1,1 kg CO2. Jadi ada selisih 1,3 CO2 yang bisa kita mitigasi setiap 10 km perjalanan. Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Havidh Nazif, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, 4 April 2024.
Havidh mengemukakan bahwa penggunaan kendaraan listrik dapat memangkas separuh emisi karbon dibandingkan kendaraan berbasis bahan bakar minyak (BBM). Apa benar begitu?
Kami bekerja sama dengan peneliti bidang energi dari UNSW Sydney, Denny Gunawan, untuk memeriksa klaim Havidh.
Pernyataan Havidh Benar
Denny mengatakan, pernyataan Havidh soal pemakaian kendaraan listrik dapat mengurangi emisi benar. Denny mengutip studi International Council on Clean Transportation (ICCT) pada 2023 yang membuktikan emisi kendaraan listrik sebesar 108-127 gram setara CO2 per km (g CO2-eq/km). Jumlah emisi itu berkisar 47-56% lebih rendah dari kendaraan BBM (246 gCO2-eq/km).
Menurut dia, emisi ini bahkan berpotensi terus menurun jika Indonesia terus mengurangi produksi listrik dari energi batu bara. Per 2021, sekitar 62% dari total produksi listrik Indonesia masih diproduksi dari energi batu bara.
Peralihan sumber listrik ke energi terbarukan, kata Denny, berperan penting menurunkan emisi kendaraan listrik. Di Eropa, emisi kendaraan listrik berukuran sedang diperkirakan sebesar 76-83 g CO2-eq/km. Angka tersebut berkisar 63-69% lebih rendah dibandingkan kendaraan BBM (245-246 gCO2-eq/km).
Emisi yang rendah tersebut juga ditopang oleh rendahnya pemakaian batu bara di Eropa. Per 2021, Eropa hanya mengandalkan sekitar 15,9% listriknya dari batu bara.
“Jika Indonesia menggunakan 100% listrik terbarukan, penurunan emisi kendaraan listrik bisa meningkat hingga 85-89% dari emisi kendaraan BBM,” tutur Denny yang juga menyitir studi ICCT.
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Robby Irfany Maqoma, Environment Editor, The Conversation
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Havidh mengemukakan bahwa penggunaan kendaraan listrik dapat memangkas separuh emisi karbon dibandingkan kendaraan berbasis bahan bakar minyak (BBM). Apa benar begitu?
Kami bekerja sama dengan peneliti bidang energi dari UNSW Sydney, Denny Gunawan, untuk memeriksa klaim Havidh.
Pernyataan Havidh Benar
Denny mengatakan, pernyataan Havidh soal pemakaian kendaraan listrik dapat mengurangi emisi benar. Denny mengutip studi International Council on Clean Transportation (ICCT) pada 2023 yang membuktikan emisi kendaraan listrik sebesar 108-127 gram setara CO2 per km (g CO2-eq/km). Jumlah emisi itu berkisar 47-56% lebih rendah dari kendaraan BBM (246 gCO2-eq/km).
Menurut dia, emisi ini bahkan berpotensi terus menurun jika Indonesia terus mengurangi produksi listrik dari energi batu bara. Per 2021, sekitar 62% dari total produksi listrik Indonesia masih diproduksi dari energi batu bara.
Peralihan sumber listrik ke energi terbarukan, kata Denny, berperan penting menurunkan emisi kendaraan listrik. Di Eropa, emisi kendaraan listrik berukuran sedang diperkirakan sebesar 76-83 g CO2-eq/km. Angka tersebut berkisar 63-69% lebih rendah dibandingkan kendaraan BBM (245-246 gCO2-eq/km).
Emisi yang rendah tersebut juga ditopang oleh rendahnya pemakaian batu bara di Eropa. Per 2021, Eropa hanya mengandalkan sekitar 15,9% listriknya dari batu bara.
“Jika Indonesia menggunakan 100% listrik terbarukan, penurunan emisi kendaraan listrik bisa meningkat hingga 85-89% dari emisi kendaraan BBM,” tutur Denny yang juga menyitir studi ICCT.
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Robby Irfany Maqoma, Environment Editor, The Conversation
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
HASIL CEK FAKTA
KESIMPULAN
Rujukan
https://theicct.org/wp-content/uploads/2023/09/ID-17-%E2%80%93-LCA-Indonesia_report_final2.pdf
https://iesr.or.id/en/pustaka/climate-transparency-report-2022
Publish date : 2024-05-14