Berita
Perjanjian tersebut akan ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia pada 27 Mei 2024.
Salah satu ketentuan yang diatur, yakni penerapan denda Rp 500 juta pada pengobatan alternatif, seperti konsumsi jamu dan obat herbal atau tradisional.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau hoaks.
Informasi bahwa WHO menerapkan denda Rp 500 juta pada pengobatan alternatif disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, ini, ini, dan ini.
Pengunggah menyertakan video wawancara purnawirawan polisi Dharma Pongrekun bersama TV One.
Dharma mengatakan, jika Indonesia menandatangani WHO Pandemic Treaty, maka akan ada penerapan denda bagi masyarakat yang mengonsumsi obat herbal.
Bahkan, kata dia, ketentuan itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Contoh yang paling gampang ya, kalau Mbak lagi tidak enak badan lalu minum jamu itu enggak boleh. Itu pelanggaran dan akan didenda Rp 500 juta," ujar Dharma.
Sementara, berikut ini narasi yang ditulis salah satu akun, pada Selasa (21/5/2024):
Masalahnya jika Tanggal 27 Mei 2024 WHO Pandemy Treaty di tandatangani oleh Pejabat IndonesiaHerbal, bekam, pijat, pengobatan alami, di larang. Di anggap melanggar hukum Bisa di penjara atau denda Rp 500 juta Tidak bisa menolak vaksinasi, kalau menolak masuk penjara atau denda Rp 500 juta Berlaku 30 hari setelah penandatanganan WHO Pandemy TreatyJadi kedaulatan kesehatan Rakyat Indonesia sudah tidak ada lagiSemua hanya atas instruksi WHO, jika sakit di rawat di rumah , ketahuan oleh aparat, maka akan di ambil paksa di bawa ke RS, dan dilakukan pengobatan cara WHOIni yg jadi masalah besar, rakyat Indonesia dalam pembunuhan secara sistematis. Sudah ada beberapa Negara yg menolak WPT ini Jepang, Rusia, Selandia Baru, Inggris sudah menolak Tinggal sebentar lagi tgl 27 MeiHarusnya kita bersama menolak, kalau tidak banyak yg menolak , Bakal di tandatangani pejabat pro WHO.Ayo bantu share, rakyat wajib tolak!!!
HASIL CEK FAKTA
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania membantah soal penerapan denda pada pengonsumsian jamu dan obat herbal.
"Kenyataannya itu sama sekali tidak benar ya," kata Inggrid kepada Kompas.com, Rabu (22/5/2024).
"Justru di Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 secara eksplisit menuliskan, yang intinya mendorong pengembangan, penelitian, dan pemanfaatan obat bahan alami yang terdiri dari jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka," kata dia.
Sementara, Pasal 446 UU Kesehatan yang disebut dalam narasi di media sosial mengatur soal tindakan terhadap warga negara yang tidak mematuhi pelaksanaan upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah.
WHO pun tidak melarang penerapan pengobatan tradisional dan komplementer, termasuk penggunaan obat tradisional.
Organisasi tersebut mendirikan WHO Collaborating Centres for Traditional, Complementary and Integrative Medicine dan memasukkan traditional medicine chapter ke International Classification of Diseases - 11 (ICD-11).
Narasi mengenai pelarangan dan penerapan denda pada pengobatan alternatif juga dibantah oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Informasi tersebut Tidak Benar. Pandemic Treaty disusun untuk mencegah pandemi yang berpotensi terjadi di masa depan. Dalam perjanjian tersebut, tidak ada sama sekali pembahasan tentang pelarangan maupun penerapan denda pada pengobatan alternatif," dikutip dari akun Instagram @kemenkes_ri.
Kemenkes menjelaskan, Pandemic Agreement atau Pandemic Treaty merupakan inisiasi global dari WHO untuk mengatasi persoalan kesiapsiagaan dan respons pandemi.
Pandemi Covid-19 membuktikan, banyak negara tidak mampu membentengi kesehatan masyarakatnya dari terpaan pandemi.
Sistem ketahanan kesehatan dunia terlihat rapuh, terutama di negara berkembang. Mulai dari kekuatan finansial, ketersediaan akses terhadap vaksin, terapeutik dan diagnostik secara adil dan merata.
Menurut Kemenkes, pembahasan perjanjian masih berjalan dan Pemerintah berpartisipasi aktif dalam perundingan serta memperjuangkan kepentingan nasional dalam isu-isu strategis.
Isu-isu strategis yang menjadi perhatian, antara lain, sistem surveilans, transfer teknologi, dan kesetaraan akses dalam mengatasi pandemi.
Tujuannya, untuk membentengi kesehatan masyarakat dari kemungkinan pandemi di masa depan.
Draf WHO Pandemic Agreement dapat dibaca di sini.
KESIMPULAN
PDPOTJI dan Kemenkes memastikan, tidak ada denda yang diterapkan dalam WHO Pandemic Treaty serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Rujukan
https://www.facebook.com/100030292432558/videos/1437761213525448
https://www.facebook.com/lopeslatuloho.1485/videos/1202974874448471/
https://www.facebook.com/100085060320092/videos/339458519163993
https://www.facebook.com/100074835803360/videos/810691867263361/
https://www.facebook.com/fatimah.assegaf.5205622/videos/1150502675972635/
https://www.youtube.com/watch?v=2Ljktu9r5wI
https://peraturan.bpk.go.id/Details/258028/uu-no-17-tahun-2023
https://www.who.int/standards/classifications/classification-of-diseases
https://www.instagram.com/p/C7RErnJhbx8/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==
https://apps.who.int/gb/inb/pdf_files/inb9/A_inb9_3-en.pdf
https://www.instagram.com/p/C7RErnJhbx8/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=loading
Publish date : 2024-05-24