Berita
Sebuah postingan di Facebook [ arsip ] berisi klaim bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengkonfirmasi vaksin Covishield menimbulkan efek samping yang mengancam jiwa berupa sindrom trombosis dengan trombositopenia.
Postingan yang diunggah pada 6 Mei 2024 itu berisi narasi lengkap:
“ ...viral seluruh dunia,, efek samping vaksin virus nggleleng 19 bernama ( astrazeneca ) memiliki efek samping yg langkah,, yaitu pembekuan darah serta trombosit yg rendah… sementara itu,, organisasi kesehatan dunia (who) mengonfirmasi,.,,covishield dapat menimbulkan efek samping yg bisa mengancam jiwa.... "efek samping sangat langka yang disebut sindrom trombosis dengan trombositopenia,,, melibatkan kejadian pembekuan darah yg tidak biasa dan parah terkait dengan jumlah trombosit rendah,,,telah dilaporkan setelah vaksinasi dengan vaksin ini," ungkap who..”
Hingga artikel ini tulis, postingan itu sudah dibagikan 132 kali dan 581 dikomentari. Lantas benarkah WHO menyatakan vaksin Covishield memiliki efek samping yang membahayakan?
HASIL CEK FAKTA
Juru Bicara dan Hubungan Media WHO Tarik Jasarevic, yang dihubungi TEMPO melalui pesan tertulis, mengatakan klaim yang mengatakan WHO telah menemukan bukti vaksin Covishield memiliki efek samping yang membahayakan adalah klaim yang tidak benar.
“Semua vaksin Covid-19 telah melalui berbagai uji klinis dan aman untuk dikonsumsi,” tulis Tarik. Daftar lengkap vaksin bisa dilihat pada situs resmi WHO.
Covishield adalah nama merek vaksin kerja sama Oxford dan AstraZeneca, yang diproduksi oleh Serum Institute of India. Temuan bahwa vaksin produksi Astrazeneca memiliki efek samping berupa pembekuan darah sebenarnya beredar dalam surat tanggapan astrazeneca ke Pengadilan Tinggi di Inggris yang untuk pertama kalinya mengakui bahwa vaksin Covid-19 dapat menyebabkan efek samping berupa pembekuan darah. Akan tetapi kasus tersebut jarang terjadi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bila semua vaksin Covid-19, sesungguhnya sangat aman diberikan. Seperti halnya obat apa pun, vaksin juga dapat menimbulkan efek samping dengan efek samping yang lebih serius mungkin terjadi tetapi sangat jarang terjadi. Saat ini lebih dari 13 miliar dosis vaksin Covid-19 telah diberikan dengan aman secara global sejak tahun 2021, sehingga mencegah jutaan kasus penyakit parah dan kematian.
Menurut WHO, sebelum vaksin apa pun diperkenalkan di suatu negara, vaksin harus melalui pengujian yang ketat dan ketat melalui berbagai fase uji klinis. Otoritas kesehatan mengevaluasi dengan cermat hasil uji coba ini untuk membantu memastikan bahwa vaksin tersebut memenuhi standar keamanan dan kemanjuran tertinggi sebelum dianggap layak untuk digunakan.
Setelah vaksin diperkenalkan dan digunakan di suatu negara, otoritas kesehatan nasional terus memantau keamanan vaksin untuk mendeteksi dan segera merespons potensi kekhawatiran. Jika terjadi kejadian buruk, sekelompok ahli independen akan menilai apakah kejadian tersebut ada hubungannya dengan vaksin.
Badan Kesehatan Canada, juga menyatakan hal yang sama, bila vaksin Covid-19 termasuk AstraZeneca/Covishield tetap aman dan efektif dalam melindungi warga dari Covid-19 dan mendorong masyarakat untuk mendapatkan imunisasi dengan vaksin Covid-19 apa pun yang diizinkan. Jarang ada laporan mengenai penggumpalan darah (Vaccine Induksi Thrombotic Thrombocytopenia atau VITT) setelah vaksinasi dengan AstraZeneca di Kanada dan negara lain di dunia. Berdasarkan uji klinis, kedua vaksin Covishield ini menunjukkan perlindungan 60–80 persen terhadap infeksi Covid-19 mulai dua minggu setelah dosis kedua.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan catatan Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) setelah pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca. Survei yang dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi tidak mencatat kejadian tersebut.
BBC Indonesia mencatat, Covishield banyak digunakan di negara-negara miskin, melalui program vaksin Covax. Di Eropa, vaksin tersebut dijual dengan merek Vaxzevria. Singkatnya, kedua vaksin tersebut memiliki formulasi yang identik tetapi diproduksi dan didistribusikan di wilayah geografis yang berbeda.
Vaksin AstraZeneca dikategorikan dalam vaksin vektor adenovirus. Vaksin ini mengandung eksipien seperti L-Histidin, L-Histidine hidroklorida monohidrat, Magnesium klorida heksahidrat, Polisorbat 80, Etanol, Sukrosa, Natrium klorida dan Dinatrium edetat dihidrat (EDTA)
Dalam jurnal Kesehatan yang berjudul “COVID-19 Vaccine-Induced Immune Thrombotic Thrombocytopenia (VITT) and Cerebral Venous Sinus Thrombosis (CVST)- Lessons for India” yang dipublikasikan National Library of Medicine -Perpustakaan Kedokteran Nasional yang berbasis di Amerika Serikat, vaksin Covishield merupakan vaksin yang paling banyak diberikan di India. Vaksin ini berbasis vektor adenovirus simpan seberkode Spike SARS-CoV-2 (S ) glikoprotein.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim WHO menemukan bukti Covishield dapat menimbulkan efek samping dan mengancam jiwa adalah keliru.
Tarik Jasarevic, Juru Bicara dan Hubungan Media WHO yang dihubungi TEMPO melalui pesan tertulis mengatakan klaim yang mengatakan WHO telah menemukan bukti vaksin covishield memiliki efek samping yang membahayakan adalah klaim yang tidak benar.
WHO justru mengungkapkan bila semua vaksin COVID-19, sesungguhnya sangat aman diberikan. Seperti halnya obat apa pun, vaksin juga dapat menimbulkan efek samping. Namun, gejala ini biasanya sangat kecil dan berlangsung singkat.
Di Indonesia sendiri tidak ada laporan kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) setelah pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca.
Rujukan
https://extranet.who.int/prequal/vaccines/covid-19-vaccines-who-emergency-use-listing
https://www.who.int/news-room/questions-and-answers/item/vaccines-and-immunization-vaccine-safety
https://www.gov.nl.ca/covid-19/vaccine/astrazeneca-covishield-information/
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-56323080
https://www.seruminstitute.com/health_faq_covishield.php#faq3
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8954332/
Publish date : 2024-05-14