Cek Fakta
    Facebook Twitter Instagram
    Cek Fakta
    • Playbook
    • Tentang Kami
    • Media
    • Kontak
    • Prebunking
    • LMS
    • FAQ
    Facebook Twitter Instagram Youtube
    Wednesday, November 8
    • Playbook
    • Tentang Kami
    • Media
    • Kontak
    • Prebunking
    • LMS
    • FAQ
    Facebook Twitter Instagram Youtube
    CekFakta
    Banner
    • Home
    • Terbaru
    • Kegiatan
    • Debat Pilpres 2024
    • Pilkada 2024
    • Hasil Riset
      • Penelitian
      • Buku
      • Modul Ajar
      • Policy Brief
    CekFakta
    You are at:Home»CekFakta»Keliru, Konten Berisi Klaim Penerima Vaksin Covid-19 mRNA akan Meninggal Dalam 3 atau 5 Tahun
    CekFakta

    Keliru, Konten Berisi Klaim Penerima Vaksin Covid-19 mRNA akan Meninggal Dalam 3 atau 5 Tahun

    Jane DoePublish date2024-05-13
    Tempo
    Share
    Facebook

    Berita



    Sebuah gambar disebarkan di Facebook oleh akun ini dan ini, yang diklaim memperlihatkan ilmuwan terkenal di bidang kesehatan yang menyatakan orang yang telah menerima vaksin Covid-19 berbasis mRNA akan meninggal dunia dalam tiga sampai lima tahun.

    Narasi tersebut diklaim bersumber dari Profesor Dr. Dolores Cahill yang disebut ahli selama 25 tahun dalam isu susunan protein dan antibodi. Berikut narasi lengkapnya: Seorang ilmuwan terkenal di dunia dan ahli imunologi terkemuka telah menaikkan alarm peringatan eksplosif kepada publik bahwa setiap orang yang telah divaksin dengan suntikan COVID mRNA akan mati dalam 3 sampai 5 tahun, bahkan jika mereka hanya memiliki satu suntikan. 



    Namun, benarkah orang yang telah menerima vaksin Covid-19 berbasis mRNA pasti akan meninggal dunia dalam tiga atau lima tahun?

    HASIL CEK FAKTA



    Tempo memverifikasi narasi tersebut, dengan menelusuri sumber gambar dan informasi konten yang beredar, menggunakan mesin pencari Google dan kata kunci. Ditemukan sumber gambar dan informasi dalam narasi yang beredar tersebut. Berikut hasil penelusurannya:

    Verifikasi Gambar



    Gambar tangkapan layar dalam konten yang beredar sesungguhnya menampilkan sosok Cahill di website Slaynews.com. Artikel itu berjudul “Ilmuwan Terkemuka: Semua Orang yang Telah Divaksin akan meninggal dunia dalam tiga sampai lima hari.

    Artikel tertanggal 1 Mei 2024 itu mengatakan Cahill mengeluarkan peringatan terbaru terkait efek vaksinasi Covid-19 berbasis mRNA. Dituliskan bahwa menurutnya setiap orang yang mendapat vaksin itu akan meninggal pada tiga atau lima tahun kemudian.

    Setelah artikel itu disimak, diketahui bahwa Cahill tidak menyertakan penelitian atau sumber informasi yang relevan sebagai dasar klaim-klaimnya. Factcheck.org menyatakan klaim Cahill itu keliru.

    Di sisi lain, Direktur Pusat Biodesain untuk Imunoterapi, Vaksin, dan Viroterapi di Arizona State University, Grant McFadden, menyatakan sesungguhnya catatan keamanan vaksin mRNA sangat baik.

    Dia mengatakan memang belum ada catatan rekam penggunaan vaksin Covid-19 berbasis mRNA dalam jangka waktu panjang. Demikian juga tidak ada bukti ilmiah yang mendukung prediksi bahwa vaksin tersebut akan menyebabkan komplikasi hingga kematian.

    Cahill merupakan salah satu penyeru anti-vaksin Covid-19 yang terkenal secara global. Profesor asal Irlandia itu memiliki rekam jejak menyebarkan hoaks, misalnya pernah mengatakan bahwa semua orang di dunia telah memiliki kekebalan terhadap Covid-19 tanpa vaksinasi khusus Covid-19, sebagaimana telah diperiksa oleh AP News.

    Klaim Cahill itu tidak sesuai dengan fakta di Indonesia, di mana ada lebih dari 161 ribu orang meninggal dunia karena disebabkan Covid-19, bukan karena vaksin berbasis mRNA. Korban meninggal di Amerika Serikat bahkan tercatat lebih dari satu juta orang, sebagaimana ditampilkan Statista.com, juga karena infeksi virus penyebab Covid-19, bukan vaksin mRNA.

    Cahill juga pernah mengatakan bahwa vaksin flu biasa bisa melindungi manusia dari serangan Covid-19. Padahal menurut pemeriksa fakta AFP, keterangan resmi tentang vaksin flu biasa di Amerika Serikat, tidak menyatakan produk itu bisa menangkal serangan Covid-19. 

    Perbedaan Vaksin AstraZeneca dan mRNA

    Dilansir Tempo, perusahaan AstraZeneca baru-baru ini diberitakan menerbitkan dokumen untuk pengadilan Inggris, yang sebagian isinya mengakui produk mereka dapat memberi efek samping yang sangat jarang, berupa Sindrom Thrombosis dengan Trombositopenia (TTS). 

    Sindrom itu bisa menyebabkan seseorang mengalami pembekuan darah dan jumlah trombosit darah menjadi rendah. Kasus seperti itu beberapa kali diajukan ke pengadilan oleh keluarga korban, dengan terlapor perusahaan AstraZeneca.

    Perusahaan juga menarik kembali seluruh vaksin Covid-19 mereka dari berbagai negara. Namun, perusahaan mengaku melakukan penarikan bukan karena isu efek samping yang naik ke pengadilan, melainkan telah ada vaksin lain yang lebih baik.

    Dilansir website Mayoclinic.org, vaksin AstraZeneca berbeda dengan vaksin Covid-19 berbasis mRNA. Berdasarkan cara kerjanya, terdapat setidaknya tiga jenis vaksin Covid-19, yakni Messenger RNA (mRNA), Vektor, dan Subunit Protein.

    Vaksin berjenis mRNA bekerja dengan memberi instruksi sel tubuh untuk membuat protein S yang mirip permukaan luar virus Covid-19, sehingga antibodinya bisa berlatih mengidentifikasi dan melawan virus Covid-19. Vaksin berjenama Pfizer-BioNTech dan Moderna termasuk jenis ini.

    Kemudian vaksin jenis vektor bekerja menggunakan bagian dari virus Covid-19 yang telah dimasukkan ke virus lain yang telah dimodifikasi (virus vektor), untuk memantik antibodi manusia untuk membentuk kekebalan tubuh pada virus Covid-19.

    Jenama vaksin Covid-19 yang termasuk jenis ini ialah Janssen/Johnson & Johnson serta AstraZeneca dan Universitas Oxford. Kedua jenama vaksin Covid-19 itu telah ditarik dari pasaran.

    Sedangkan sub unit protein adalah jenis vaksin yang menggunakan bagian dari virus yang paling merangsang kekebalan tubuh. Vaksin Novavax menggunakan metode ini. Pada umumnya, ketiga jenis vaksin berupaya membuat protein S yang tidak berbahaya, untuk melatih antibodi melawan virus Covid-19. 

    Sementara Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat ( CDC ), berdasarkan pemantauan tahun 2023-2024, merekomendasikan pemakaian vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, atau Novavax untuk melawan virus Covid-19.

    Untuk menghindari efek samping yang parah seperti TTS, CDC menyarankan masyarakat memilih vaksin berbasis mRNA. Berdasarkan pemantauan di Amerika Serikat selama ini, vaksin Covid-19 yang mereka gunakan tidak meningkatkan risiko kematian.

    KESIMPULAN



    Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan penerima vaksin Covid-19 berbasis mRNA pasti akan meninggal dunia dalam tiga atau lima tahun adalah keliru.

    Berdasarkan pemantauan pemerintah Amerika Serikat dan sejumlah pakar, penggunaan vaksin Covid-19 berbasis mRNA tidak meningkatkan risiko kematian terhadap seseorang.

    Rujukan

    https://www.facebook.com/photo/?fbid=1751045455419754&set=pcb.1751045715419728

    https://www.facebook.com/photo/?fbid=1150852612712939&set=pcb.1150852782712922

    https://slaynews.com/news/renowned-scientist-all-covid-vaxxed-will-die-3-5-years/

    https://www.factcheck.org/2021/04/scicheck-irish-professor-makes-unfounded-claims-about-long-term-effects-of-mrna-vaccines/

    https://apnews.com/article/fact-checking-10007890098

    https://www.statista.com/statistics/1093256/novel-coronavirus-2019ncov-deaths-worldwide-by-country/

    https://factcheck.afp.com/flu-shots-do-not-contain-coronaviruses

    https://dunia.tempo.co/read/1863295/fakta-fakta-vaksin-astrazeneca-efek-samping-kasus-hukum-hingga-pengakuan-perusahaan

    https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/coronavirus/in-depth/different-types-of-covid-19-vaccines/art-20506465

    https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/vaccines/stay-up-to-date.html

    https://wa.me/6281315777057 mailto:cekfakta@tempo.co.id

    Publish date : 2024-05-13

    Update Terbaru

    Sidebar Ad
    Update Terbaru
    About
    About

    CekFakta.com adalah sebuah sebuah proyek kolaboratif pengecekan fakta yang diinisiasi Mafindo (Masyarakat Antifitnah Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dan AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia).

    Kolaborasi ini diluncurkan di ‘Trusted Media Summit 2018’ pada Sabtu, 5 Mei 2018 di Jakarta dengan melibatkan puluhan media online di Indonesia serta jejaring ratusan pemeriksa fakta di seluruh Indonesia.

    Facebook Twitter Instagram YouTube
    Informasi
    • Cekfakta.com
    • info@cekfakta.com
    • Whatsapp di 082176503669
    Copyright © 2023. Designed by Cek Fakta.
    • About
    • LMS
    • Contact

    Type Pencarian Judul Enter to search. Press Esc to cancel.