Berita
Sebuah akun Facebook [ arsip ] mengunggah konten yang mengaitkan bahwa pandemic treaty mendukung vaksin Covid-19 yang berisiko pada kesehatan. Konten tersebut memuat beberapa tangkapan layar pemberitaan yang salah satunya berjudul “Menlu RI Dukung Pandemic Treaty untuk pemerataan vaksin”.
Beberapa cuplikan pemberitaan online lainnya mengenai efek samping vaksin yang dapat menyebabkan pembekuan darah dan menyebabkan kematian.
Benarkah pandemic treaty mendukung vaksin yang berisiko pada kesehatan? Berikut pemeriksaan faktanya.
HASIL CEK FAKTA
Pandemic treaty merupakan istilah lain dari WHO Convention, Agreement or other International Instrument on Pandemic Prevention, Preparedness and Response (WHO CA+ on PPPR) atau konvensi WHO, terkait perjanjian internasional tentang pencegahan, kesiapsiagaan, dan merespon pandemi.
Dilansir WHO dalam Zero Draft 21 Februari 2023, WHO CA+ on PPPR merupakan evaluasi dan pengakuan atas kegagalan komunitas internasional menunjukkan solidaritas dan kesetaraan untuk menangani pandemi penyakit virus corona (COVID-19).
Dalam draft tersebut, WHO CA+ on PPPR bertujuan melindungi generasi sekarang dan yang akan datang dari pandemi dan konsekuensinya yang menghancurkan, serta meningkatkan standar kesehatan semua orang atas dasar kesetaraan, hak asasi manusia serta solidaritas. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan kerjasama nasional dan internasional untuk mencegah, kesiapsiagaan, dan merespon pandemi.
Draf tersebut juga mengatur tentang akses ke teknologi produksi dan distribusi berkelanjutan serta transfer teknologi, peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan, pembagian manfaat, memperkuat dan mempertahankan tenaga kesehatan yang terampil dan kompeten, jaringan pasokan dan logistik global, serta pembiayaan.
Dilansir laman WHO, negara-negara anggota WHO sepakat untuk melanjutkan negosiasi yang bertujuan untuk merampungkan perjanjian tersebut dalam masa sidang 29 April hingga 10 Mei 2024.
"Negara-negara Anggota kami sepenuhnya menyadari betapa pentingnya perjanjian pandemi ini untuk melindungi generasi mendatang dari penderitaan yang kita alami selama pandemi COVID-19," kata Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut dan menyepakati perjanjian tersebut. Dilansir Kementerian Luar Negeri RI, Indonesia merupakan negara yang ikut mempelopori penyelenggaraan High Level Meeting (HLM) on Pandemic Prevention, Preparedness, and Response (PPPR) tahun 2023 di Markas Besar PBB New York.
Dilansir Antara, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia mendukung pembentukan perjanjian internasional baru tentang pandemi (Pandemic Treaty) yang saat ini sedang dinegosiasikan di bawah kerangka Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Retno Marsudi, yang juga Ketua Bersama COVAX AMC Engagement Group, mengatakan bahwa peran CORVAX adalah memastikan persebaran vaksin secara merata di seluruh dunia cukup berhasil dengan lebih dari 7 miliar dosis vaksin telah diberikan di seluruh dunia.
Namun menurut Indonesia for Global Justice, perjanjian pandemi ini tidak memberikan kewajiban bagi para pihak untuk melaksanakan apa yang tertulis di dalam WHO CA+ on PPPR. Juga tidak memberikan solusi nyata pada persoalan kekayaan intelektual terkait riset vaksin.
Selain itu, perjanjian ini dianggap masih belum adil. Dalam editorial The Lancet berjudul “ The Pandemic Treaty: shameful and unjust ”, menyoroti Pasal 12 yang menetapkan bahwa WHO hanya memiliki akses terhadap 20% produk terkait pandemi untuk didistribusikan berdasarkan risiko dan kebutuhan kesehatan masyarakat. Sementara 80% sisanya tidak diatur dengan jelas, sehingga akan menimbulkan pergolakan, dan menguntungan penawar tertinggi.
Dengan demikian, pandemic treaty bukan bertujuan mendukung vaksin yang dapat membahayakan bagi kesehatan. Namun secara umum untuk merespon pandemi dan akses yang lebih adil bagi vaksin.
Vaksin yang disebut memiliki efek samping menyebabkan pembekuan darah dan kematian adalah astrazeneca, setelah mereka mengakui dalam dokumen di Pengadilan Tinggi Inggris tentang temuan kasus itu, meski digolongkan jarang terjadi. Astrazeneca telah mengumumkan untuk menarik vaksinnya setelah lebih dari tiga miliar dosis didistribusikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Tempo, klaim Pandemic Treaty mendukung vaksin yang berisiko pada kesehatan adalah menyesatkan.
Pandemic treaty atau WHO Convention, Agreement or other International Instrument on Pandemic Prevention, Preparedness and Response (WHO CA+ on PPPR) justru bertujuan memperkuat kerja sama dalam mendeteksi dan mencegah pandemi yang berpotensi terjadi di masa depan. Serta upaya kolektif untuk keadilan akses dalam penyelesaian masalah kesehatan dan teknolog khsusnya vaksini untuk negara berkembang.
Rujukan
https://web.archive.org/web/20240510135410/
https://apps.who.int/gb/inb/pdf_files/inb4/A_INB4_3-en.pdf
https://www.antaranews.com/berita/2489517/menlu-ri-dukung-pandemic-treaty-untuk-pemerataan-vaksin
https://igj.or.id/2024/02/10/informasi-dasar-pandemic-treaty-why-should-we-care/
https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(24)00410-0/fulltext
Publish date : 2024-05-10