Berita
KOMPAS.com - Publik tengah ramai membicarakan pengakuan perusahaan farmasi AstraZeneca soal efek samping langka berupa sindrom trombosis dengan trombositopenia atau TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19.
Pengakuan itu tercantum dalam dokumen pengadilan gugatan class action.
Sementara, narasi yang beredar di media sosial mengeklaim bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan hasil penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau hoaks.
Informasi mengenai vaksin Covid-19 AstraZeneca menyebabkan kematian disebarkan oleh akun Facebook ini dan ini.
Pengunggah menyertakan tangkapan layar berita Tempo.co, Rabu (1/5/2024).
Berikut narasi yang ditulis pada Jumat (3/4/2024):
Untung Aku Ra Fucksin
vaksin astraZeneca menyebabkan kematian dan cedera serius, termasuk TTS – Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia. Sindrom ini menyebabkan orang mengalami pembekuan darah dan jumlah trombosit darah rendah.
akun Facebook Tangkapan layar konten hoaks di sebuah akun Facebook, Jumat (3/5/2024), mengenai vaksin Covid-19 AstraZeneca menyebabkan kematian.
Pengakuan itu tercantum dalam dokumen pengadilan gugatan class action.
Sementara, narasi yang beredar di media sosial mengeklaim bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan hasil penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau hoaks.
Informasi mengenai vaksin Covid-19 AstraZeneca menyebabkan kematian disebarkan oleh akun Facebook ini dan ini.
Pengunggah menyertakan tangkapan layar berita Tempo.co, Rabu (1/5/2024).
Berikut narasi yang ditulis pada Jumat (3/4/2024):
Untung Aku Ra Fucksin
vaksin astraZeneca menyebabkan kematian dan cedera serius, termasuk TTS – Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia. Sindrom ini menyebabkan orang mengalami pembekuan darah dan jumlah trombosit darah rendah.
akun Facebook Tangkapan layar konten hoaks di sebuah akun Facebook, Jumat (3/5/2024), mengenai vaksin Covid-19 AstraZeneca menyebabkan kematian.
HASIL CEK FAKTA
Perusahaan AstraZeneca mengembangkan vaksin Covid-19 bersama Universitas Oxford.
Class action dilayangkan dengan klaim bahwa vaksin tersebut dapat menyebabkan kematian dan cedera serius.
Dilansir The Telegraph, kasus yang pertama diangkat yakni yang dialami Jamie Scott pada 2023.
Ayah dua anak itu mengalami cedera otak permanen karena pembekuan dan pendarahan di otak usai vaksin pada April 2021.
Pihak rumah sakit menelepon istri Scott sebanyak tiga kali untuk menginformasikan bahwa suaminya akan meninggal.
Dalam surat tanggapan yang dikirimkan pada Mei 2023, AstraZeneca mengatakan kepada pengacara Scott bahwa "kami tidak menerima bahwa TTS disebabkan oleh vaksin pada tingkat generik".
Namun, dalam dokumen hukum yang diserahkan ke Pengadilan Tinggi Inggris pada Februari lalu, perusahaan farmasi ini menyebut vaksinnya dapat menyebabkan TTS. Mekanisme penyebabnya tidak diketahui.
Para ilmuwan pertama kali mengidentifikasi hubungan antara vaksin dan penyakit baru yang disebut trombositopenia dan trombosis imun yang diinduksi vaksin (VITT) pada awal Maret 2021, tak lama setelah peluncuran vaksin Covid-19 dimulai.
Pengacara penggugat berpendapat bahwa VITT adalah bagian dari TTS, meskipun AstraZeneca tampaknya tidak mengakui istilah tersebut.
Beberapa bulan setelah peluncuran vaksin tersebut, para ilmuwan telah mengidentifikasi potensi efek samping yang serius, tetapi jarang terjadi.
Meski mengakui adanya efek samping langka, tetapi tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca menjadi penyebab utama kematian.
Dilansir Kompas.com, ahli epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, VITT melibatkan reaksi kekebalan tubuh terhadap vaksin.
VITT terjadi ketika tubuh penerima vaksin menghasilkan antibodi yang menyerang trombosit. Hal ini memicu pembekuan darah tidak biasa yang membahayakan penderita.
"Tentunya dampak risiko TTS pada penerima vaksin AstraZeneca ini bisa serius, meskipun kasusnya langka," kata Dicky.
Namun, vaksin Covid-19 AstraZeneca dinilai masih jauh lebih besar manfaatnya dibanding risikonya.
Otoritas nasional dan badan internasional, termasuk WHO, terus memantau secara ketat setiap efek samping yang tidak terduga setelah penggunaan vaksin Covid-19.
Berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI), sejauh ini belum ditemukan kejadian TTS setelah pemakaian Covid-19 AstraZeneca.
Indonesia menjadi negara peringkat keempat dengan vaksinasi Covid-19 terbanyak.
Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya merupakan vaksin dari AstraZeneca.
Ketua Komnas PP KIPI, Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan, keamanan vaksin Covid-19 sudah teruji klinis.
"Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulai uji klinis tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin Covid-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar. Dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar," kata Hinky, dikutip dari situs Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
TTS menyebabkan pembekuan darah serta trombosit darah menurun. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tetapi bisa menyebabkan gejala yang serius.
Hinky menjelaskan, KIPI diidentifikasi antara empat sampai 42 hari setelah penyuntikan vaksin.
"Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin Covid-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadiannya," jelasnya.
Class action dilayangkan dengan klaim bahwa vaksin tersebut dapat menyebabkan kematian dan cedera serius.
Dilansir The Telegraph, kasus yang pertama diangkat yakni yang dialami Jamie Scott pada 2023.
Ayah dua anak itu mengalami cedera otak permanen karena pembekuan dan pendarahan di otak usai vaksin pada April 2021.
Pihak rumah sakit menelepon istri Scott sebanyak tiga kali untuk menginformasikan bahwa suaminya akan meninggal.
Dalam surat tanggapan yang dikirimkan pada Mei 2023, AstraZeneca mengatakan kepada pengacara Scott bahwa "kami tidak menerima bahwa TTS disebabkan oleh vaksin pada tingkat generik".
Namun, dalam dokumen hukum yang diserahkan ke Pengadilan Tinggi Inggris pada Februari lalu, perusahaan farmasi ini menyebut vaksinnya dapat menyebabkan TTS. Mekanisme penyebabnya tidak diketahui.
Para ilmuwan pertama kali mengidentifikasi hubungan antara vaksin dan penyakit baru yang disebut trombositopenia dan trombosis imun yang diinduksi vaksin (VITT) pada awal Maret 2021, tak lama setelah peluncuran vaksin Covid-19 dimulai.
Pengacara penggugat berpendapat bahwa VITT adalah bagian dari TTS, meskipun AstraZeneca tampaknya tidak mengakui istilah tersebut.
Beberapa bulan setelah peluncuran vaksin tersebut, para ilmuwan telah mengidentifikasi potensi efek samping yang serius, tetapi jarang terjadi.
Meski mengakui adanya efek samping langka, tetapi tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca menjadi penyebab utama kematian.
Dilansir Kompas.com, ahli epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, VITT melibatkan reaksi kekebalan tubuh terhadap vaksin.
VITT terjadi ketika tubuh penerima vaksin menghasilkan antibodi yang menyerang trombosit. Hal ini memicu pembekuan darah tidak biasa yang membahayakan penderita.
"Tentunya dampak risiko TTS pada penerima vaksin AstraZeneca ini bisa serius, meskipun kasusnya langka," kata Dicky.
Namun, vaksin Covid-19 AstraZeneca dinilai masih jauh lebih besar manfaatnya dibanding risikonya.
Otoritas nasional dan badan internasional, termasuk WHO, terus memantau secara ketat setiap efek samping yang tidak terduga setelah penggunaan vaksin Covid-19.
Berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI), sejauh ini belum ditemukan kejadian TTS setelah pemakaian Covid-19 AstraZeneca.
Indonesia menjadi negara peringkat keempat dengan vaksinasi Covid-19 terbanyak.
Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya merupakan vaksin dari AstraZeneca.
Ketua Komnas PP KIPI, Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan, keamanan vaksin Covid-19 sudah teruji klinis.
"Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulai uji klinis tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin Covid-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar. Dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar," kata Hinky, dikutip dari situs Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
TTS menyebabkan pembekuan darah serta trombosit darah menurun. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tetapi bisa menyebabkan gejala yang serius.
Hinky menjelaskan, KIPI diidentifikasi antara empat sampai 42 hari setelah penyuntikan vaksin.
"Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin Covid-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadiannya," jelasnya.
KESIMPULAN
Narasi vaksin Covid-19 AstraZeneca menyebabkan kematian merupakan hoaks.
Meski AstraZeneca mengakui adanya efek samping langka, tetapi tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca menjadi penyebab utama kematian.
Komnas KIPI menyatakan, belum ada laporan TTS di Indonesia akibat vaksin Covid-19.
Meski AstraZeneca mengakui adanya efek samping langka, tetapi tidak ada bukti bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca menjadi penyebab utama kematian.
Komnas KIPI menyatakan, belum ada laporan TTS di Indonesia akibat vaksin Covid-19.
Rujukan
https://www.facebook.com/groups/1470761429977968/posts/2497850033935764
https://www.facebook.com/groups/2124362857782889/posts/3726911887527970
Publish date : 2024-05-04