Berita
Sebuah video beredar di WhatsApp yang berisi narasi bahwa dalam sejarah perjuangan kemerdekaan RI, keturunan Tionghoa Indonesia berkolaborasi dengan pasukan Jawa untuk memerangi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) alias Perusahaan Hindia Timur Belanda. Video itu memperlihatkan seorang pria di ruangan dengan berbagai benda bernuansa Tionghoa, mempresentasikan peran keturunan Tionghoa dalam perjuangan kemerdekaan RI di masa lalu.
Pria itu mengatakan bahwa tentara Tionghoa dan tentara Jawa bergabung dalam memerangi VOC dalam perang Geger Pecinan yang berlangsung dari tahun 1740 sampai 1743. Dia juga menceritakan pembentukan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) oleh Liem Koen Hian tahun 1932 yang memiliki agenda kemerdekaan RI. Dikatakan juga tempat Kongres Pemuda kedua yang menghasilkan Sumpah Pemuda, digelar di rumah keluarga keturunan Tionghoa bernama Sie Kong Lian.
Tempo menerima permintaan pembaca untuk memeriksa kebenaran narasi tersebut. Benarkah ada peran para keturunan Tionghoa pada sejarah RI yang disebutkan dalam video tersebut?
HASIL CEK FAKTA
Tempo menelusuri sumber video itu dan kebenaran narasi di dalamnya, menggunakan mesin pencari Google. Ditemukan sumber video tersebut dan berita yang menjelaskan peran para keturunan Tionghoa dalam sejarah kemerdekaan RI.
Berikut hasil penelusurannya:
Verifikasi Video
Video yang beredar memperlihatkan seorang pria dalam ruangan dengan sejumlah benda bernuansa Cina. Video itu sesungguhnya tayangan dari saluran YouTube bernama Putra Fajar 88, tertanggal 26 November 2022.
Video itu sesungguhnya menampilkan seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) bernama Azmi Abubakar. Video direkam di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa yang berlokasi di Ruko Golden Road BSD, Tangerang, Banten, yang didirikan Azmi.
Dalam video itu, Azmi menjelaskan sejumlah peran keturunan Tionghoa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia menyebutkan sejarah peristiwa Geger Pecinan di mana pasukan etnis Jawa dan keturunan Tionghoa bersatu melawan tentara VOC.
Dia juga menyinggung pendirian Partai Tionghoa Indonesia oleh Liem Koen Hian tahun 1932, yang bertujuan mengagendakan kemerdekaan RI. Juga peran Sie Kong Liang yang rumahnya dijadikan tempat Kongres Pemuda tahun 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda.
Dilansir Jawapos.com, pada 1 Februari 2022, Museum Peranakan Tionghoa didirikan Azmi pada Oktober 2011. Tempat yang secara fisik berbentuk ruko itu berisi setidaknya 35 ribu benda yang berkaitan dengan sejarah peranakan Tionghoa di Indonesia.
Azmi berniat menjadikannya sebagai pusat informasi etnis Tionghoa di Indonesia, termasuk di masa lalu saat wilayah itu masih bernama Nusantara. Dengan demikian, ia berharap stigma terhadap keturunan Tionghoa di Indonesia bisa berkurang.
Peristiwa Geger Pecinan
Dilansir Kompas.com, Geger Pecinan adalah peristiwa serangan VOC yang menewaskan 10.000 orang Tionghoa di Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1740. Mula-mula penurunan perekonomian Batavia menjadi alasan VOC memeras keturunan Tionghoa.
Keturunan Tionghoa pun mulai mempersiapkan perlawanan dengan mempersenjatai diri. VOC kemudian melakukan razia dan menangkap keturunan Tionghoa yang mereka anggap mencurigakan dan berpotensi mengganggu keamanan. Situasi memanas hingga VOC memutuskan membantai keturunan Tionghoa di Batavia tanpa pandang bulu. Pasukan Tionghoa membalas menyerang pertahanan VOC di kawasan Jatinegara, Jakarta, dan benteng Belanda di Tangerang.
Sejumlah peperangan terus berlangsung, namun pasukan keturunan Tionghoa kalah. Mereka melarikan diri sampai ke Lasem, Rembang. Belanda kemudian memutuskan memisahkan permukiman keturunan Tionghoa dengan etnis lain, untuk menghindari pengaruh ekonomi mereka.
Kebijakan Belanda itu memunculkan kawasan khusus keturunan Tionghoa yang disebut pecinan, di berbagai wilayah di Indonesia. Di masa-masa berikutnya, peristiwa Geger Pecinan berkontribusi besar pada tersekatnya hubungan sosial keturunan Tionghoa dan etnis lain di Indonesia.
Dilansir Solopos.com, penulis buku berjudul "Geger Pecinan", R.M. Daradjadi, menjelaskan bahwa Geger Pecinan atau Perang Sepanjang saat itu meluas di beberapa wilayah di Pulau Jawa.
Di Semarang, pasukan gabungan dari etnis Jawa, Tionghoa, Melayu dan Arab dipimpin Said Ali berusaha melawan VOC. Namun mereka juga kalah telak. Hal itu membuat Paku Buwono (PB) II yang memimpin Keraton Kartasura, mengubah keputusan dari mendukung keturunan Tionghoa menjadi mendukung pembantaian terhadap mereka.
Namun, para bupati tidak mau menuruti perintah PB II. Justru pasukan Jawa yang dipimpin R.M. Garendi, pasukan Tionghoa dari Batavia yang dipimpin Kapitan Sepanjang, pasukan keturunan Tionghoa dari Jawa bagian tengah yang dipimpin Tan Sin Ko alias Singseh, kemudian bergabung.
Mereka sempat menguasai Keraton Kartasura dan membuat PB II lari ke Ponorogo. Namun VOC dan PB II yang memperoleh bantuan dari Laskar Madura pimpinan Cakraningrat, kemudian berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dan menghancurkan perlawanan.
Pendirian Partai Tionghoa Indonesia
Dilansir Historia.id, Sejarawan Didi Kwartanada mengatakan sebagaimana etnis lain, terjadi perbedaan pendapat di kalangan keturunan Tionghoa terkait nasionalisme mereka. Ada yang berkiblat pada tanah leluhur, ada yang mengikuti penjajah, ada pula yang mendukung kemerdekaan RI.
Di kalangan pendukung kemerdekaan RI, terdapat pria bernama Liem Koen Hian yang menjadi jurnalis dan kemudian mendirikan Partai Tionghoa Indonesia pada tahun 1932. Pendiriannya itu dipengaruhi pandangan-pandangan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo. Partai tersebut didirikan dengan agenda memerdekakan RI.
Kelompok Tionghoa yang berkiblat ke tanah leluhur dan mengikuti Belanda, kemudian memusuhi Liem. Dalam berita berbahasa Belanda dan Melayu, Liem dan partainya dijuluki penghasut, penipu, komunis, nasionalis Cina palsu, dan lain sebagainya, untuk menjatuhkannya.
Liem juga menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Namun, usulannya agar keturunan Tionghoa langsung dianggap sebagai warga negara Indonesia (WNI) ditolak anggota-anggota lain yang menjadi alasan ia kemudian mengundurkan diri.
Liem meninggal dunia tanggal 4 November 1952. Buku-buku sejarah resmi Indonesia tidak mencantumkan namanya, bahkan dalam pembahasan BPUPKI. Didi dan rekannya, Taufiq Tanasaldi, pernah mengupayakan agar nama Liem tercantum dalam buku sejarah resmi Indonesia, namun belum berhasil.
Kongres Pemuda 1928
Peran keturunan Tionghoa dalam sejarah kemerdekaan Indonesia juga mencatatkan nama Sie Kong Liang sebagai pemilik rumah yang menjadi tempat penyelenggaraan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, sebagaimana disebutkan artikel Historia.id.
Awalnya rumah di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta itu menjadi tempat usaha kos-kosan yang ditinggali mahasiswa-mahasiswa dari berbagai daerah. Kemudian muncul diskusi dan gerakan politik yang dilakukan para pemuda.
Kongres Pemuda II juga digelar di sana tahun 1928, yang kemudian menghasilkan Sumpah Pemuda, yang mengandung nilai-nilai nasionalisme. Di tahun yang sama, di sana juga berdiri Indonesische Clubhuis (IC) atau Clubgebouw, karena banyaknya organisasi yang bermarkas di tempat itu.
Pada tahun 1934 IC keluar dari tempat itu karena tak sanggup membayar harga sewa. Sie juga menuntut IC ke pengadilan, hingga ke tahap banding. Namun proses pengadilan tak berlanjut setelah para anggota IC melarikan diri. Rumah itu pun kini menjadi Museum Sumpah Pemuda.
KESIMPULAN
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan bahwa sebagian keturunan Tionghoa di masa lalu turut berjuang dalam upaya kemerdekaan Indonesia adalah benar.
Pasukan Tionghoa dan etnis lain bergabung dalam peristiwa Geger Pecinan dalam melawan VOC. Liem Koen Hian mendirikan Partai Tionghoa Indonesia dengan agenda kemerdekaan RI, serta Sumpah Pemuda 1928 berlangsung di rumah seorang Tionghoa.
Rujukan
https://www.youtube.com/watch?v=13E3KNiwYbM
https://soloraya.solopos.com/geger-pecinan-sejarah-jawa-tionghoa-bersatu-lawan-belanda-1047476
https://historia.id/politik/articles/perlawanan-liem-koen-hian-untuk-kemerdekaan-P9dXm/page/1
https://historia.id/politik/articles/kisah-rumah-tempat-lahirnya-sumpah-pemuda-DbNw0
Publish date : 2024-04-16