Berita
Calon presiden (capres) 2024 nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo sama-sama sepakat pemiskinan bakal membuat jera koruptor.
Hal itu disampaikan keduanya dalam segmen ketiga Debat Capres bertema pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan wargadi Gedung KPU Pusat Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam.
Hal itu disampaikan keduanya dalam segmen ketiga Debat Capres bertema pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan wargadi Gedung KPU Pusat Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam.
HASIL CEK FAKTA
Ganjar dalam kesempatan itu menyebut bahwa sesuai data Indonesia Corruption Watch (ICW) kerugian negara akibat korupsi sebesar Rp2.300 triliun, ekuivalen untuk membuat 27.000 puskesmas.
Pernyataan tersebut bisa jadi benar mengingat Ganjar tak menyampaikan rentang data tersebut. Berdasarkan penelurusan Tim Live Cek Fakta, data ICW pada 2022 saja total kerugian negara mencapai Rp33,6 triliun.
Sementara Anies Baswedan dalam segmen tersebut menyodorkan solusi bahwa koruptor bisa dibuat jera, dengan pengesahan UU Perampasan Aset dan dimiskinkan, serta revisi UU KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Ganjar pun lantas sepakat dengan solusi tersebut, dengan menambahkan bahwa koruptor bisa dikirim ke Lapas Nusakambangan guna menambah efek jera.
Pernyataan keduanya ditanggapi Direktur Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Dio Ashar, yang menyebut penegakan hukum korupsi tidak hanya sekedar menghukum pelaku ke penjara saja, tetapi perlu ada alternatif pemidanaan lainnya.
Masih menurut Dio dalam keterangan kepada Tim Live Cek Fakta, Gary Becker (1968) kemudian mengusulkan untuk mengutamakan hukuman denda karena dapat pula menanggung biaya sosial seperti biaya penegakan hukum, biaya penghukuman (penjara), dan biaya yang dialami korban.
Menurut Choky Ramadhan (2017) Pembaruan UU Tipikor dengan menaikkan ancaman denda dimaksudkan agar pelaku jera dan menopang kebutuhan penegakan hukum korupsi menjadi suatu hal yang penting.
Selain itu, permasalahan penegakan hukum korupsi juga disebabkan beberapa kelemahan rumusan pasal UU Tipikor. Misalnya korupsi yang dilakukan penyelenggara negara yang merugikan keuangan negara diancam hukuman lebih rendah dibandingkan dilakukan oleh orang biasa.
Penyesuaian UU Tipikor juga dibutuhkan agar sejalan dengan Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC). Selepas pengesahan pada 2006, terdapat kesenjangan antara UU Tipikor dan UNCAC.
Penyempurnaan UU Tipikor dibutuhkan terutama agar dapat menghukum pembelian pengaruh (trading influence), penambahan kekayaan secara tidak sah (illicit enrichment), dan korupsi antarsektor swasta. Dengan demikian, penegakan hukum atas korupsi dapat dilakukan semakin menyeluruh.
Pernyataan tersebut bisa jadi benar mengingat Ganjar tak menyampaikan rentang data tersebut. Berdasarkan penelurusan Tim Live Cek Fakta, data ICW pada 2022 saja total kerugian negara mencapai Rp33,6 triliun.
Sementara Anies Baswedan dalam segmen tersebut menyodorkan solusi bahwa koruptor bisa dibuat jera, dengan pengesahan UU Perampasan Aset dan dimiskinkan, serta revisi UU KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Ganjar pun lantas sepakat dengan solusi tersebut, dengan menambahkan bahwa koruptor bisa dikirim ke Lapas Nusakambangan guna menambah efek jera.
Pernyataan keduanya ditanggapi Direktur Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Dio Ashar, yang menyebut penegakan hukum korupsi tidak hanya sekedar menghukum pelaku ke penjara saja, tetapi perlu ada alternatif pemidanaan lainnya.
Masih menurut Dio dalam keterangan kepada Tim Live Cek Fakta, Gary Becker (1968) kemudian mengusulkan untuk mengutamakan hukuman denda karena dapat pula menanggung biaya sosial seperti biaya penegakan hukum, biaya penghukuman (penjara), dan biaya yang dialami korban.
Menurut Choky Ramadhan (2017) Pembaruan UU Tipikor dengan menaikkan ancaman denda dimaksudkan agar pelaku jera dan menopang kebutuhan penegakan hukum korupsi menjadi suatu hal yang penting.
Selain itu, permasalahan penegakan hukum korupsi juga disebabkan beberapa kelemahan rumusan pasal UU Tipikor. Misalnya korupsi yang dilakukan penyelenggara negara yang merugikan keuangan negara diancam hukuman lebih rendah dibandingkan dilakukan oleh orang biasa.
Penyesuaian UU Tipikor juga dibutuhkan agar sejalan dengan Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC). Selepas pengesahan pada 2006, terdapat kesenjangan antara UU Tipikor dan UNCAC.
Penyempurnaan UU Tipikor dibutuhkan terutama agar dapat menghukum pembelian pengaruh (trading influence), penambahan kekayaan secara tidak sah (illicit enrichment), dan korupsi antarsektor swasta. Dengan demikian, penegakan hukum atas korupsi dapat dilakukan semakin menyeluruh.
KESIMPULAN
Publish date : 2023-12-12